Rabu, 09 Juni 2010

ASKEP TUBERCULOSIS PARU

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada landasan teori ini penulis akan menjelaskan mengenai anaotmi fisiologi, konsep dasar penyakit dan proses asuhan keperawatan pada klien dengan tuberkulosus paru.

A KONSEP DASAR MEDIS

1. Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan penularan melalui udara. (Black, 1997).

Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. (Smeltzer & Bare, 1997).

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi kronik pada paru yang karakteristiknya melalui formasi tuberkel atau granulomas. (Luckman & Sorensens, 1993).

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Tuberkulosa Paru (TBC) adalah penyakit infeksi yang menular, bersifat kronis, akut atau sub akut dimana tempat predileksinya pada parenkim paru dan dapat meluas pada bagian tubuh yang lain yang disebabkan oleh kuman Mikobakterium Tuberkulosis berbentuk batang bersifat tahan terhadap asam (BTA), bersifat dorman dan dapat hidup lama tetapi virulen dalam lingkungannya.

2. Anatomi Sistem Pernapasan

a. Anatomi Sistem Pernapaan Atas

1) Hidung

Merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai 2 lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk kedalam lubang hidung. Jalan nafas ini berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru.

2) Sinus Paranasal

Sinus-sinus paranasal termasuk empat pasang rongga bertulang yang dilapisi oleh kumosa hidung dan epitel kolumnar bertingkat semua yang bersilia. Rongga-rongga udara ini dihubungkan oleh serangkaian duktus yang mengalir ke dalam rongga hidung. Sinus-sinus disebut berdasarkan letaknya, yaitu: sinus frontalis, etmoidalis, sfenoidalis, dan maksilaris.

3) Konka ( tulang turbinasi)

Tulang turbinasi, atau konka nama yang ditunjukkan oleh penampilannya yang seperti siput, mengambil bentuk dan posisi sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan permukaan membran mukosa saluran hidung dan untuk sedikit menghambat arus udara yang mengalir melaluinya.

4) Faring, Tonsil, dan Adenoid

Faring, atau tenggorok, adalah struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region: nasal, oral, dan laring.

5) Laring

Laring, atau organ suara, adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea.

Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing yang memudahkan batuk. Laring sering disebut sebagai kotak suara.

b. Anatomi Paru

1) Pleura

Bagian terluar dari paru-paru dikelilingi oleh membran halus, licin yaitu pleura, yang juga meluas untuk membungkus dinding interior toraks dan permukaan superior diafragma. Pleura parietalis melapisi toraks, dan pleura viseralis melapisi paru-paru. Antara kedua pleura ini terdapat ruang, yang disebut spasium pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi.

2) Mediastinum

Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian. Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktur toraks kecuali paru-paru terletak antara kedua lapisan pleura.

3) Lobus

Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus bawah atas, tengah, dan bawah. Setiap lobus lebih jauh dibagi lagi manjadi dua segmen yang dipisahkan oleh fisura, yang merupakan perluasan pleura.

4) Bronkus dan Bronkiolus

Terdapat beberapa divisi bronkus didalam setiap lobus paru. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmental (10 pada paru kanan dan 8 pada paru kiri), yang merupakan struktur yang dicari ketika memiliki posisi drainase postural yang paling efektif untuk pasien tertentu. Bronkus segmental kemudian dibagi lagi menjadi bronkus subsegmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfarik, dan saraf.

5) Alveoli

Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam kluster antara 15 sampai 20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini sehingga jika mereka bersatu untuk membentuk satu lembar, akan menutupi are 70 meter persegi (seukuran lapangan tenis).

3. Etiologi

Penyebab utama penyakit tuberkulosis paru adalah mycobacterium tuberculosis, adalah batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet. Mycobacterium bovis dan Mycobacterium avium pernah tetapi kejadiannya jarang, berkaitan dengan terjadinya infeksi tuberkulosi. (Smeltzer dan Bare, 1997, h.584)

4. Patofisiologi

Individu rentan ynag menghirup basil tuberculosis dan menjadi terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli, tempat mereka berkumpul dan mulai memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah kebagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, dan Korteks serebri), dan area paru-paru lainnya (lobus atas). Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit spesifik tuberkulosis melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan. Massa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding protektif. Granulomas diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami klasifikasi membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif. Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon sistem imun. Penyakit aktif juga dapat terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini tuberkel ghon memecah menyembuh, membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih bengkak, mengakibatkan terjadinya bronko pneumonia lebih lanjut, pembentukan tuberkel dan selanjutnya. Kecuali proes tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah kebawah kehilum paru-paru dan kemudian meluas kelobus yang berdekatan. Proses infeksi umumnya secara laten tidak menunjukkan gejala sepanjang hidup, sekitar 10% individu yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif dan menjadi sakit TB. Dengan integritas kekebalan yang menurun karena malnutrisi, infeksi HIV, supresi kekebalan immunoterapi, atau bertambahnya usia.

(Smeltzer dan Bare, 2001, h. 585).


Patoflodiagram Tuberculosis Paru


Sumber: Smaltzer & Bare, 1997, h. 585

5. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang menyertai penyakit tuberkulosis paru adalah:

a. Demam tingkat rendah

b. Keletihan

c. Anoreksia

d. Penurunan berat badan

e. Berkeringat malam

f. Nyeri dada

g. Batuk menetap lebih dari 3 minggu; batuk pada awalnya mungkin non produktif, tetapi dapat berkembang kearah pembentukan sputum mukopurulen dengan hemotipsis.

(Smeltzer & Bare, 1997, h.585)

6. Faktor Resiko

Individu yang beresiko tinggi untuk tertular tuberkulosis paru adalah:

a. Orang yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif

b. Populasi yang kurang mendapatkan pelayanan kesehatan misalnya ras dan suku minoritas (Afrika, Amerika Latin, Eskimo, Tuna wisma, Tahanan)

c. Individu imunosupresif, seperti:

1) Lansia

2) Pasien dengan kanker

3) Pasien dengan HIV

4) Mereka yang mendapat terapi kortikosteroid

d. Pengguna obat-obat intra vena dan alkoholis

e. Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya, antara lain misalnya: diabetes mellitus, gagal ginjal kronis, silikosis, gastrektomy, leukimia, lympoma, malnutrisi.

f. Immigran dengan insiden tinggi TB (Asia Tenggara, Afrika, Amerika Latin , Karibia)

g. Setiap individu yang tinggal di institusi (misalnya: fasilitas perawatan jangka panjang, institusi psikiatrik, penjara)

h. Orang yang tinggal diperumahan kumuh

i. Petugas kesehatan

(Black, et-al, 1997, h. 1140 )

7. Cara Penularan

Penyakit tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui udara. Individu terinfeksi, melalui:

a. Berbicara

b. Batuk

c. Bersin

d. Tertawa

e. Menyanyi

(Smeltzer & Bare, 2000, h.585)

8. Pencegahan

a. Pencegahan primer

Berikan tuberkulosis skin test kepada:

1) Orang yang mengalami tanda dan gejala atau pemeriksaan hasil laboratorium abnormalitas yang diduga secara klinis tuberkulosis aktif.

2) Orang yang kontak dengan penderita TB atau diduga TBC aktif sebara klinis.

3) Orang yang beresiko tinggi

4) Hasil rontgen abnormal

b. Pencegahan sekunder

1) Ajarkan klien dengan TB untuk kontrol mencegah organisme dengan memakai masker, menutup mulut bila batuk dan membuang sputum dengan benar.

2) Evaluasi seseorang yang skin test TB positif tetapi tidak aktif menderita untuk terapi pencegahan dengan obat isoniazid.

c. Pencegahan tersier

1) Klien harus menjalankan terapi pengobatan dengan obat antituberkulosis secara tuntas dan lengkap.

2) Mengubah, mencegah dan menangani tingkah laku seseorang yang mengalami perwatan TB.

( Black, et-al, 1997, h. 1140)

9. Pemeriksaan Diagnostik

a. Kultur sputum : Pada pemeriksaan ini hasilnya positif unutk mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit

b. Ziehl - Nealsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah ): positif untuk basil asam cepat

c. Tes kulit (PPD, Mantoux, potongan Voll mer): Reaksi positif carea indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intra dermal antigen menunjukan penyakit aktif reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh micobacterium yang berbeda.

d. Foto toraks: Dapat menunjukan infiltrasi lesi awal pada area paru atas. Perubahan menunjukan lebih luas TB dapat termasuk, area fibrosa.

e. Histologi atau kultur jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel raksasa menunjukan nekrosis.

f. Elektrosit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi; contoh hiponatreamia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis luar.

g. GDA : dapat normal tergantuing lokasi dan berat dan kerusakan sisa pada paru.

h. Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu dan kapasitas paru total, dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luar)

(Doenges, 2000, h. 241-242)

10. Komplikasi

TBC paru bila tidak ditangani dengan benar dan baik akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi terdiri atas:

a. Komplikasi dini

1) Pleuritis.

2) Efusi pleura.

3) Empiema.

4) Laringitis.

5) Menjalar ke organ lain (otak, tulang, ginjal, kulit dan usus).

b. Komplikasi lanjut

1) Obstruksi jalan nafas (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis).

2) Kerusakan parenkim berat (SOPT/Fibrosis Paru, Kor Pulmonal).

3) Amiloidosis.

4) Karsinoma paru.

5) Sindrom Gagal Nafas Dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.

(FKUI, 2000. h. 829).

11. Penatalaksanaan

Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agens kemoterapi (agens antituberkulosis) periode 6-12 bulan.

Lima garis depan digunakan adalah:

a. Isoniazid (INH) : 5 mg/Kg/hr ( IM/PO)

b. Rifamfisin (RIF) : 10 mg/Kg/hr ( PO )

c. Etambutol (EMB) : 15-25 mg/Kg/hr ( PO )

d. Streptomisin (SM) : 15 mg/Kg/Hr ( IM )

e. Pirazinamid (PZA) : 15 – 30 mg/Kg/hr ( PO )

Obat-obat baris kedua adalah :

a. Kapreomisin : 15 – 30 mg/Kg/Hr ( IM )

b. Kanamicin : 15 – 30 mg/Kg/Hr ( IM )

c. Etionamid : 15 – 20 mg/Kg/Hr ( PO )

d. Natrium para amino salisilat : 150 mg/Kg/Hr ( PO )

e. Sikloserin : 15 mg/Kg ( PO )

( Black, 1997, h. 1140 )

B KONSEP DASAR KEPERAWATAN

Pada bagian ini penulis akan menguraikan tentang konsep dasar asuhan keperawatan klien dengan tuberculosis paru dimana asuhan keperwatan ini menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari 5 tahap, yaitu : Pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi. Dikutip dari Iyer et. al., 1996 ( Nursalam, 2001, h. 1).

1. Pengkajian

Pengkajian adalah merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data sebagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Dikutip dari Iyer, et. al., 1996 (Nursalam, 2001, h. 17). Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan askep sesuai dengan kebutuhan individu, sehingga pengkajian akurat, lengkap, sesuai kenyataan dan kebenaran data sangat penting dalam merumuskan diagnosa keperawatan.

Dalam tahapan ini dilakukan pengumpulan data yag terdiri dari tiga metode yaitu komunikasi efektif, observasi dan pemeriksaan fisik. Data yang dikumpulkan terdiri atas data dasar dan data focus. Dikutip dari Iyer, et. al., 1996 (Nursalam, 2001, h. 25).

Untuk kasus tuberculosis paru menurut Doenges (2000, h. 241), pengkajian yang dilakukan meliputi:

a. Identitas

Kajian ini meliputi nama, initial, umur, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan pekerjaan dan tempat tinggal klien. Selain itu perlu juga dikaji nama dan alamat penanggung jawab, serta hubungannya dengan klien.

b. Riwayat Penyakit Dahulu

Kaji riwayat penyakit yang pernah diderita dari masa kanak-kanak sampai dewasa, termasuk pengalaman operasi atau cedera akibat kecelakaan, hal ini penting untuk memaparkan masalah kesehatan klien yang mungkin dapat menyebabkan komplikasi lebih berat terhadap penyakit tuberculosis ini.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

1) Keluhan Utama

Keluhan demam malam, keringat malam, batuk-batuk berdahak/berdarah,susah bernapas, keletihan, berkeringat malam, napsu makan berkurang, penurunan berat badan.

2) Riwayat Perjalanan Penyakit

Berapa lama sakit dialami, hal-hal yang memperingan / memperberat penyakit.

3) Upaya yang dilakukan untuk mengatasi keluhan.

d. Pola Kesehatan

1)Pola Aktivitas / Istirahat

Klien dapat mengalami penurunan kelemahan, napas pendek karena kerja, kesulitan tidur pada malam hari, demam malam hari, menggigil atau berkeringat. Ditandai dengan kelemahan otot, nyeri, dan sesak (tahap lanjut).

2)Pola Integritas ego

Klien dapat mengalami stress, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/ tak ada harapan ditandai menyangkal, ansietas, ketakutan, mudah terangsang.

3)Pola Nutrisi Metabolik/ cairan

Klien dapat mengeluh kurang nafsu makan,tak dapat mencerna, penurunan berat badan. Ditandai dengan turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik,kehilangan otot/hilang lemak subkutan.

4)Pola Nyeri / Kenyamanan

Nyeri dada meningkat karena batuk berulang, Ditandai perilaku distraksi dan gelisah.

5)Pola Pernapasan

Klien mengeluh batuk, produktif atau tak produktif, napas pendek, riwayat tuberkulosis atau terpajan pada individu terinfeksi. Ditandai dengan peningkatan frekuensi, pengembangan pernapasan tak simetris (efusi pleura), perkusi pekak dan penurunan fremitus, bunyi napas: menurun, tubuler dan atau bisikan pectoral di atas lesi luas. Krekels tercatat di atas apek paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek Karakteristik sputum hijau/purulen, mukoid kuning, atau bercak darah, perubahan mental ( tahap lanjut).

6)Pola interaksi sosial

Klien merasa terisolasi/penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.

7)Penyuluhan/pembelajaran

Ditandai dengan adanya riwayat keluarga yang menderita TBC, ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk, gagal untuk membaik/kambuhnya penyakit serta tidak mau berpartisipasi dalam terapi.

(Doenges, 2000, h. 240 - 241)

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia dari individu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan informasi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah. Dikutip dari Carpenito, 2000 (Nursalam, 2001, h. 35).

Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan aktual dan potensial dimana berdasarkan pendidikan dan pengalaman dia mampu dan mempunyai kewenangan memberikan tindakan keperawatan. Dikutip dari Gordon, 1976 (Nursalam, 2001, h. 35).

Menurut Doenges (2000, h. 242 – 248), diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan tuberkulosis paru adalah :

a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekret kental, upaya batuk buruk, kelemahan, edema trakeal/faringeal.

b. Resiko tinggi penyebaran infeksi/aktivasi ulang penyakit b.d pertahanan primer tak adekuat, penurunan kerja silia/stasis sekret, kerusakan jaringan/penambahan infeksi, terpajan lingkungan dan kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen.

c. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b.d penurunan permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler, sekret kental, edema bronkhial.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kelemahan, sering batuk/produksi sputum; dispnea, anoreksia.

e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi,aturan tindakanan, pencegahan b,d kurang sumber informasi.


3. Intervensi

Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, langkah berikutnya adalah menetapkan perencanaan keperawatan. Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah yang diidentifikasi pada diagnosa keperawatan . Tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan penyimpulan rencana dokumentasi.

a. Bersihan jalan napas tak efektif efektif b.d sekret kental, upaya batuk buruk, kelemahan, edema trakeal/faringeal.

Tujuan : Jalan napas klien bersih dan tidak ada sekret.

Kriteria Hasil : Mempertahankan jalan napas, mengeluarkan sekret tanpa bantuan., menunjukkan prilaku mempertahankan bersihan jalan napas dan klien berpartisipasi dalam pengobatan..

Rencana Tindakan:

1) Kaji fungsi pernapasan, bunyi napas, kecepatan, irama dan kedalaman dan penggunaan otot dan aksesori.

Rasional : Penurunan bunyi napas dapat menunjukan atelektasis, Ronki, mengi menunjukan akumulasi sekret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan napas yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori pernapasan dan peningkatan kerja pernapasan

2) Kaji kemampuan untuk batuk efektif, karakter dan jumlah sputum, adanya hemoptisis.

Rasional: Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal. Sputum berdarah kental atau darah cerah diakibatkan oleh kerusakan (kavitasi) paru atau luka bronkial dan dapat memerlukan evaluasi/intervensi lanjut

3) Berikan posisi semi fowler.

Rasional: Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernapasan.

4) Bantu pasien untuk batuk dan latihan napas dalam.

Rasional: Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret ke dalam jalan napas besar untuk dikeluarkan.

5) Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari.

Rasional: Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret, membuatnya mudah dikeluarkan.

Kolaborasi :

6) Pemberian obat kortikosteroid sesuai pesanan

Rasional: Berguna pada adanya keterlibatan luas dengan hipoksemia dan bila respon inflamasi mengancam hidup.

b. Resiko tinggi penyebaran infeksi/aktivasi ulang penyakit b.d pertahanan primer tak adekuat, penurunan kerja silia/stasis sekret, kerusakan jaringan/penambahan infeksi, terpajan lingkungan dan kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen.

Tujuan : Setelah diberikan intervensi tidak terjadi penyebaran infeksi dan penularan penyakit terhadap orang lain.

Kriteria hasil : Dapat menentukan intervensi mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi, klien dan keluarga melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.

Rencana Tindakan :

1) Kaji patologi penyakit fase aktif/tidak aktif dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa, menangis.

Rasional: Membantu pasien menyadari/menerima perlunya mematuhi program pengobatan untuk mencegah pengaktifan berulang/komplikasi.

2) Observasi tanda-tanda vital (TD, DN, S, N).

Rasional : Perubahan nilai tanda vital merupakan indikator adanya infeksi lanjut.

3) Anjurkan klien untuk batuk/bersin menggunakan tisu dan buang pada tempat yang tepat serta cuci tangan dengan desinfektan sebelum dan sesudah kontak dengan klien

Rasional : mencegah terjadinya penularan nasokomial dari pasien ke perawat atau orang lain.

4) Identifikasi orang yang berisiko terinfeksi.

Rasional: orang yang terpajan ini perlu program pengobatan untuk cegah penularan dari klien pada orang lain.

5) Jelaskan cara penularan penyakit dan cara menguranginya.

Rasional: pengetahuan tentang ini dapat menurunkan resiko infeksi dengan merubah pola hidup.

Kolaborasi:

6) Berikan agen anti infeksi sesuai dengan indikasi

Rasional: Agen anti infeksi dapat digunakan sebagai pengobatan dan cegah komplikasi lanjut.

7) Tekankan untuk tidak menhentikan terapi obat.

Rasional: Karena penyebaran infeksi dapat berlanjut.

c. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b.d penurunan permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler, sekret kental, edema bronkhial.

Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan klien tidak mengalami kerusakan pertukaran gas CO2 dan O2

Kriteria Hasil : Perbaikan ventilasidan oksigenisasi jaringan adekuat dengan gas darah analisa dalam rentang normal.

Rencana Tindakan:

1) Kaji dyspnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal, meningkatnya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan fatigue.

Rasional: TB paru menyebabkan efek luas pada paru dan bagian kecil bronkopneumonia sampai inflamasi difus luas, nekrosis, effusi pleural, dan fibrosis luas. Efek pernapasan dapat ringan sampai dispnea berat sampai distres pernapasan.

2) Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan kulit, selaput mukosa dan warna kuku.

Rasional: Akumulasi sekret/pengaruh jalan napas dapat mengganggu oksigenisasi organ vital dan jaringan.

3) Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, khususnya untuk pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.

Rasional: Membuat tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps/penyempitan jalan napas, sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan menghilangkan/menurunkan napas pendek.

4) Anjurkan untuk bedrest/mengurangi aktifitas.

Rasional: Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan selama periode penurunan pernapasan dapat menurunkan beratnya gejala.

Kolaborasi :

5) Berikan oksigen tambahan .

Rasional:: Alat dalam perbaikan hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi/menurunnya permukaan alveolar paru.

d. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.

Tujuan : Meningkatkan perubahan/perilaku pola makan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.

Kriteria Hasil : Menunjukkan peningkatan berat badan dan bebas dari tanda-tanda malnutisi.

Rencana Tindakan:

1) Kaji status nutrisi, riwayat mual dan muntah.

Rasional: Berguna dalam mendefinisikan derajat/luasnya masalah dan pilihan intervensi yang tepat.

2) Kaji pola diet pasien yang disukai/tidak disukai.

Rasional: Membantu dalam mengidentifikasikan kebutuhan/ kekuatan khusus. Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet.

3) Monitor intake dan output secara periodik.

Rasional: Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.

4) Dorong dan berikan periode istirahat sering.

Rasional: Membantu menghemat energi, khususnya bila kebutuhan metabolik meningkat saat demam.

5) Dorong klien untuk makan sedikit tapi sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.

Rasional: Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang perlu/kebutuhan energi dari makan makanan banyak dan menurunkan iritasi gaster.

Kolaborasi

6) Rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.

Rasional: Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet.

7) Berikan obat penetralisir asam lambung sesuai indikasi.

Rasional: Dapat membantu menurunkan insiden mual dan muntah sehubungan dengan obat atau efek pengobatan pernapasan pada perut yang penuh

8) Berikan terapi parenteral sesuai indikasi.

Rasional: Membantu terpenuhinya kebutuhan cairan dan pengobatan parenteral

e. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, pengobatan dan pencegahan berhubungan dengan kurangnya informasi

Tujuan : Setelah diberikan intervensi klien dan keluarga menunjukkan perubahan prilaku untuk memperbaiki kesehatan.

Kriteria Hasil : Klien menyatakan pemahaman proses penyakit/ prognosis dan kebutuhan pengobatan.

Rencana Tindakan:

1) Kaji kemampuan belajar pasien.

Rasional: Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahapan individu.

2) Identifikasi gejala yang harus dilaporkan: hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan napas, kehilangan pendengaran, vertigo.

Rasional: Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang atau efek obat yang memerlukan evaluasi.

3) Tekanan pentingnya mempertahankan protein tinggi dan diet karbohidrat serta pemasukan cairan adekuat.

Rasional: Memenuhi kebutuhan metabolik membantu meminimalkan kelemahan dan meningkatkan penyembuhan. Cairan dapat mengencerkan/ mengeluarkan sekret.

4) Berikan informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan.

Rasional: Informasi tertulis menurunkan hambatan pasien untuk mengingat sejumlah besar informasi. Pengulangan menguatkan belajar

5) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian dan kerja yang diharapkan.

Rasional: Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi pasien .

6) Kaji bagaimana Tuberkulosa ditularkan dan bahaya reaktivasi

Rasional: Pengetahuan dapat menurunkan risiko penularan/ reaktivitas ulang.

Berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan tuberkulosis paru, maka rencana keperawatan yang dapat dirumuskan harus berdasarkan prioritas masalah keperawatan yang muncul. Menurut Doenges, (2000) prioritas keperawatan sesuai dengan “Teori Maslow”. adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan/mempertahankan ventilasi/oksigenisasi adekuat.

2. Mencegah penyebaran infeksi

3. Mendukung perilaku/tugas untuk mrmpertahankan kesehatan,

4. Meningkatkan koping strategi efektif

5. Memberikan informasi tentang penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.

4. Perencanaan Pulang

Tujuan Pemulangan:

a. Fungsi pernapasan adekuat untuk memenuhi kebutuhan individu

b. Komplikasi dicegah

c. Pola hidup atau perilaku berubah diangkat untuk mencegah penyebaran infaksi

d. Proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dipahami.

Setelah klien dirawat di rumah sakit, pada tahap perencanaan perlu direncanakan untuk pemulangan klien agar setiap apa yang didapatkan oleh klien di rumah sakit dapat diterapkan oleh pasien seperti hal-hal berikut ini:

1. Minum obat sesuai dengan resep dokter.

2. Tutup mulut dan hidung bila bersin, batuk, dan tertawa.

3. Cuci tangan dan hati-hati setelah kontak dengan produk tubuh, pakai masker atau jaringan yang kotor. Batuk dengan tissue dan buang ditempat tertutup atau dibakar.

4. Gunakan masker pada situasi yang tepat dan gunakan dngan tepat.

5. Usahakan banyak istirahat, lingkungan yang bersih selama perawatan di rumah, perhatikan ventilasi rumah dan perhatikan gizi yang baik.

6. Jangan menghentikan pengobatan sebelum waktu yang telah ditentukan agar tidak resistensi terhadap obat.

7. Minta bantuan keluarga untuk pengawasan minuim obat.

8. Berikan penyuluhan secara tertulis terhadap penyakit, dan terapi yang diberikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar