BAB II
TINJAUAN TEORITIS
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR MEDIS
1. Anatomi fisiologi
a. Anatomi
Pankreas adalah kelenjar berwarna merah muda keabuan dengan panjang 12 – 15 cm dan tranversal membentang pada dinding abdomen posterior dibelakang lambung, kelenjar inilah yang mengekresikan insulin melalui pulau langerhans yang berada dalam kelenjar pankreas. Didalam kelenjar pankreas terdapat sel beta yang menghasilkan insulin, didalam penkreas mengandung lebih kurang 100.000 pulau langerhans dan tiap pulau berisi 100 sel beta. Selain itu pankreas juga terdapat sel alfa, yang bekerja sebaliknya insulin, sel ini menghasilkan glukagon yang berfungsi untuk meningkatkan gula darah.
b. Fisiologi
Insulin adalah suatu hormon yang menurunkan kadar gula darah dengan meransang perubahan glukosa menjadi glukagen untuk disimpan dan dengan meningkatkan ambilan glukosa selular. Dan berfungsi memperbaiki kemampuan sel tubuh untuk mengobservasi dan menggunakan glukosa serta lemak. Asupan glukosa yang terdapat dalam darah dihasilkan dari pemecahan karbohidrat dalam berbagai bentuk termasuk monosakarida dan unit-unit kimia yang komplek, disakarida dan polisakarida. Karbohidrat dikosumsi didalam tubuh dan dipecahkan menjadi monosakarida kemudian diserap dalam tubuh melalui duodenum dan jejunum proksimal (Roger Watson, 2002)
2. Definisi
a. Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi korbohidrat (Price & Wilson)
b. Diabetes melitus adalah merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar gula dalam darah atau hiperglikemia (Brunner & Suddart)
c. Diabetes melitus adalah sekelompok kelainan yang menyebabkan ketidakseimbangan antara kesedian insulin dengan kebutuhan insulin didalam tubuh, biasanya dikarakteristikan dengan adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah yang dihubungkan dengan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang abnormal (Black M.J & Matassarni E, 1997)
3. Etiologi
a. Diabetes melitus tipe I ( IDDM )
Diabetes tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas, kombinasi faktor genetik, imonologi dan lingkungan ( misalnya infeksi virus), diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.
1) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki antigen HLA (Human Leuccyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya
2) Faktor imonologi
Pada diabetes tipe I, terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Autoantibodi terhadap sel-sel pulau langerhans dan insulin endogen terdeteksi pada saat diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum tanda-tanda klinis diabetes tipe I.
3) Faktor lingkungan
Kerusakan sel-sel beta juga disebabkan oleh pankreatitis, alkoholisme dan infeksi virus.
b. Diabetes melitus tipe II ( NIDDM)
Jenis diabetes melitus ini adalah tidak tergantung dengan insulin. Diabetes tipe II ini sebenarnya belum begitu jelas. Faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes melitus tipe II adalah :
1) faktor genetik
2) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun)
3) Obesitas
4) Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
5) Penyakit hati dan kelebihan hormon seperti kortikosteroid
6) Kelompok etnis tertentu
4. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial. (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar; akibatnya,glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam kemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Di samping itu akan terjadi pemecahan lemak yang menyebabkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produksi samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam-basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama dengan cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemia serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar glukosa darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang diekskresikan. Pada penderita toleransi glukosa tergangggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang nomal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dimanakan sindrom hiperglikemik hiperosmolar nonketotik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).
5. Manifestasi klinis
a. Diabetes melitus tipe I
1) Glukosuria
2) Diuresis osmotik
3) Poliuria
4) Polidipsia
5) Polifagia
6) Ketoasidosis
b. Diabetes melitus tipe II
1) Sering asimtomatik atau tanpa gejala
2) Sering pada usia diatas 30 tahun
3) Obesitas
4) Kadang poliuria, polidipsi dan polifagia
5) Kelelahan, iritabilitas, luka yang lama sembuh
6) Infeksi vagina
7) Pandangan kabur
6. Pemeriksaan diagnostik
a. Tes toleransi glukosa (TTG) oral; merupakan pemeriksaan yang lebih sensitif dari pada tes toleransi glukosa intravena yang hanya digunakan dalam dituasi tertentu
b. Gula darah puasa normal / diatas normal 140 mg/dl
c. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton
d. Essel hemoglobin glikosilat diatas rentang normal, tes ini dilakukan untuk mengukur presentasi glukosa yang melekat pada hemoglobin sel darah merah, rentang normalnya adalah 5 – 6 %.
7. Penatalaksanaan
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan sebagai berikut :
1) Memeberikan semua unsur makanan essensial misalnya vitamin dan mineral
2) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
3) Memenuhi kebutuhan energi
4) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah
5) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
6) Menormalisasikan serum kolesterol dan trigliserida
Bagi pasien yang memerlukan insulin untuk membantu mengendalikan kadar glukosa darah, uapaya mempertahankan konsistensi jumlah kalori dan karbohidart yang dikonsumsi pada jam-jam makan yang berbeda merupakan hal penting. Disamping itu, konsistensi interval waktu diantara jam makan dengan mengkonsumsi cemilan (jika diperlukan) akan membantu mencegah reaksi hipoglikemia dan pengendalian keseluruhan kadar glukosa darah.
Bagi semua pendeita diabetes perencanaan makan harus mempertimbangkan pada kegemaran pasien terhadap makanan tertentu, gaya hidup, jam-jam makan yang biasa diikutinya dan latare belakang etnik serta budayanya. Bagi pasien yang mendapat terapi insulin intensif, penetuan jam makan dan banyaknya makanan mungkin lebih fleksibel dengan caara mengatur perubahan kebiasaan makan serta latihan.
Contoh pembagian makanan diet 1800 kalori
WAKTU JENIS MAKANAN JUMLAH TAKARAN
Pagi
10.00 Nas
Daging
Tahu
Sayur
Susu skim / bubuk ½ cangkir
1 potong
1 potong
½ cangkir
1 gls ( 2 sendok makan)
Siang
15.00 Nasi
Daging ayam
Sayur
Telur rebus
Tahu
Pisang
Nanas ½ cangkir
1 potong
½ cangkir
1 biji
1 potong
1 buah
2 potong
Sore
21.00 Nasi
Daging
Sayur
Telur rebus
Tahu
Pisang
Roti ½ cangkir
1 potong
½ cangkir
1 biji
1 potong
1 buah
2 potong
b. Olahraga atau aktifitas fisik
Olahraga minimal 3 x seminggu selam 20 -30 menit misalnya jogging dan berenang, manfaatnya :
1) Menurunkan kadar glukosa dalam darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler
2) Menurunkan pengambilan gula ke otot dan memperbaiki pemakaian insulin
3) Menurunkan berat badan, stress dan perbaikan pada lemak darah
c. Pengobatan
Pengobatan dilakukan apabila therapi dari diet dan aktifitas fisik tidak berhasil. Agen ini bekerja dengan cara merangsang pankreas untuk melepaskan insulin dan meningkatkan jumlah reseptor insulin dalam tubuh. Agen ini juga berfungsi untuk mengurangi produksi glukosa dari hati, namun agen ini tidak dapat bekerja apabila sel pankreas tidak mampu memproduksi insulin. Adapun macam-macam obat yang biasa digunakan adalah :
1. ADD (Anti Diabetik Drug)
a. Golongan Solfaniuria
Masa kerjanya pendek dan perlu diberikan beberapa kali sehari, contohnya : Tabotamide.
b. Golongan Bigoanide
Masa kerjanya pendek, diberikan dua kali sehari, contohnya : Metformin.
2. Insulin.
a. Masa kerjanya singkat, contoh : RI
b. Masa kerjanya singkat, contoh : NPH, Lante
c. Masa kerjanya panjang, contoh : Ultralante
8. Komplikasi
a. Komplikasi Akut
1) Hiperglikemia dan ketosidosis metabolik
2) Ketosis
3) Dehidrasi
4) Ketidakseimbangan elektrolit
5) Sindrom hiperglikemia hiperosmolar nonketotik
6) Hipoglikemia
7) Gangguan hipoglikemik yang lain
a) Hipoglikemik yang tidak disadari
b) Hipoglikemik akibat tindakan atas hiperglikemia
b. komplikasi kronis
1) Komplikasi makro vaskular
2) Komplikasi mikro vaskular
a) Retinopati diabetes
b) Gangguan okular yang lainnya
c) Pandangan kabur
d) Katarak
e) Nefropati
f) Neuropati
3) Penyakit arteri koronaria
4) Penyakit serbrovaskular
5) Hipertensi
6) Penyakit vaskular perifer
7) Infeksi
8) Klien menderita diabetes melitus biasanya mengalami masalah ulkus pada kaki dan tungkai. Bahkan dilaporkan 50 – 75 % klien diamputasi kaki karena mengalami ulkus dikaki. (Smelzert & Bare, 1997).
a) Neuropati, yang menyebabkan hilangnya perasaan nyeri sensibilitas terhadap tekanan.
b) Penyakit vaskularverifer, menyebabkan sirkulasi ekstremitas menjadi buruk yang dapat menyebabkan lamanya proses kesembuhan luka terjadi ganggren.
c) Penurunan daya imunitas, terjadinya akibat hiperglikemi sehingga menyebabkan terganggunya kemampuan leukosit khusus yang berfungsi untuk menghancurkan bakteri.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktifitas atau istirahat
Gejala : lemah, letih, sulit bergerak / berjalan.
Kram otot, tonus otot menurun, gangguan pola tidur
Tanda : takikardi dan takipnea, retargi / disorientasi, koma, penurunan kekuatan otot
b. Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat hipertensi, infark miokard akut, klaudikasi, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan luka yang lama
Tanda : takikardi, perubahan tekanan darah postural, nadi yang menurun, disretmia, krekel, kulit panas, kering dan kemerahan
c. Integritas ego
Gejala : stress, masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi ekonomi
Tanda : ansietas, peka ransang
d. Eliminasi
Gejala : perubahan pola kemih atau poliuria, nokturia, nyeri tekan abdomen dan diare
Tanda : urin encer, pucat, kuning, poliuria, oliguria atau anoria pada hipovolemia berat, urin berkabut, abdomen keras dan asites, bising usus lemah dan menurun.
e. Makanan / cairan
Gejala : hilang selera makan, mual muntah, tidak mengikuti pemasukan glukosa / karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode bebrapa hari / minggu dan haus.
Tanda : kulit kering , bersisik, turgor kulit, distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid, peningkatan gula darah, napas aseton.
f. Neurosensori
Gejala : pusing, kesemutan, kelemahan otot, parestesia, gangguan penglihatan
Tanda : disorientasi, rasa mengantuk, letargi, stupor atau coma, gangguan memori, aktifitas kejang.
g. Nyeri / kenyamanan
Gejala : abdomen yang tegang atau nyeri
Tanda : wajah meringis dengan palpitasi
h. Pernapasan
Gejala : merasa kurang oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum purulen
Tanda : batuk dengan atau tanpa purulen (infeksi)
i. Keamanan
Gejala : kulit kering dan ulkus pada kulit
Tanda : demam, diaporesis, kulit rusak atau lesi / ulserasi, menurunya kekuatan umum
j. Seksualitas
Gejala : rabas vagina (infeksi), masalah impoten dan kesulitan orgasme pada wanita
2. Diagnosa keperawatan
a. Perubahan volume : kekurangan volume cairan cairan berhubungan dengan diuresis osmotik
b. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah
c. Intolerasi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik atau ketidakberdayaan
d. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi
3. Rencana keperawatan
a. Perubahan volume : kekurangan volume cairan cairan berhubungan dengan diuresis osmotik
Tujuan :
Volume cairan dalam batas normal
Kriteria :
Turgor kulit elastis, kadar elektrolit dalam batas normal, tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi :
1) Dapatkan riwayat pasien / orang terdekat sehubungan dengan lamanya gejala mual muntah dan pengeluaran urin yang berlebihan.
Rasional : membantu dalam memperkirakan kekurangan volume total. (Doenges, 2000)
2) Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah ortostatik
Rasional : hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. (Doenges, 2000)
3) Observasi pola napas, seperti pernapasan kusmaul atau pernapasan berbau keton
Rasional : paru-paru mengeluarkan asam korbanat melalui pernapasan yang menghasilkan kompensasi alkalosis. (Doenges, 2000)
4) Ukur berat badan setiap hari.
Rasional : memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung. (Doenges, 2000)
5) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
Rasional : merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat. (Doenges, 2000)
b. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
Kriteria :
Berat badan stabil
1) Timbang berat badan setiap hari sesuai indikasi
Rasional : mengkaji pemasukan makanan yang adekuat. (Doenges, 2000)
2) Tentukan program diet dan pola makan klien
Rasional : mengidetifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik. (Doenges, 2000)
3) Berikan makanan cair yang mengandung nutrisi dan elektorlit
Rasional : pemberian makanan melalui oral lebih baik dan fungsi gastrointestinal akan lebih baik. (Doenges, 2000)
4) Auskultasi bising usus, catat adanya keluhan
Rasional : hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akan mempengaruhi intervensi. (Doenges, 2000)
5) Identifikasi makanan yang disukai dan tidak disukai
Rasional : jika makanan yang disukai klien dimasukan dalam perencanaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang. (Doenges, 2000)
c. Intolerasi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik atau ketidakberdayaan
Tujuan : kelemahan tidak terjadi / dapat diminimalkan
Kriteria :
Klien menunjukkan kemampuan untuk berpartisipasi dalam melakukan aktifitas yang diinginkan
Intervensi :
1) Diskusikan dengan klien kebutuhan akan aktifitas
Rasional : pendidikan dapat memberikan motifasi untuk meningkatkan aktifitas. (Doenges, 2000)
2) Berikan aktifitas alternatif dengan periode aktifitas
Rasional : mencegah kelelahan yang berlebihan. (Doenges, 2000)
3) Pantau nadi, frekuensi napas sebelum dan sesudah melakukan aktifitas
Rasional : mengindikasikan tingkat aktifitas yang dapat ditolerasi secara fisiologis. (Doenges, 2000)
4) Tingkatkan partisipasi dalam melakukan aktifitas sehari-hari sesuai dengan yang dapat ditoleransi.
Rasional : meningkatkan kepercayaan diri yang positif. (Doenges, 2000)
5) Berikan pada klien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri
Rasional : meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi. (Doenges, 2000)
d. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, pronosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan :
Klien memiliki pemahan tentang penyakit
Kriteria :
Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan secara rasional.
Melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan
Intervensi :
1) Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh perhatian tentang keluhan klien
Rasional : menanggapi dan memperhatikan sebelum klien bersedia dalam proses belajar. (Doenges, 2000)
2) Diskusikan topik-topik utama yang berhubungan tentang proses perjalanan penyakit
Rasional : memberikan pengetahuan dasar dimana klien dapat membuat pertimbangan didalam memilih gaya hidup. (Doenges, 2000)
3) Identifikasi gejala hipoglikemia misalnya lemah, pusing, letargi, pucat dan sakit kepala.
Rasional : dapat meningkatkan deteksi dan pengobatan lebih awal. (Doenges, 2000)
4) Tinjau ulang program pengobatan meliputi awitan, pucat dan lamanya dosis insulin
Rasional : pemahaman tentang semua aspek yang digunakan dapat meningkatkan penggunaan yang tepat. (Doenges, 2000)
4. Perencanaan pulang
Hal-hal yang perlu disampaikan pada saat klien akan pulang adalh sebagai berikut : (Soegondo & Soewondo, 2002)
a. Menganjurkan kepada klien untuk memerikasa kadar gula dalam darah setiap kali berobat
b. Menganjurkan klien untuk mengurangi mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung glukosa terlalu tinggi
c. Menganjurkan klien untuk menghindari benda-benda tajam untuk mencegah terjadinya luka
d. Menganjurkan klien untuk tidak menggunakan obat-obatan yang jual bebas tanpa konsultasi dengan dokter atau tenaga kesehatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar