Rabu, 09 Juni 2010

ASKEP HIPERTENSI

BAB II
LANDASAN TEORI

1. Definisi
a. Hipertensi merupakan penyebab utama gagal ginjal, gagal jantung dan stroke (Brunner dan Suddarth, 2001).
b. Hipertensi merupakan penyebab utama penyakit jantung, cedera serebra vaskular dan gagal ginjal (Carpenito, 1999).
c. Hipertensi adalah sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya > 140mmHg dan tekanan diastolik > 90 mmHg (Brunner and Suddarth, 2001).

2. Anatomi Fisiologi
Jantung adalah organ berongga, berotot, yang terletak di tengah toraks, dan ia menempati rongga antara paru dan diafragma. Beratnya sekitar 300g. Fungsi jantung adalah memompa darah ke jaringan, mensuplai oksigen dan zat nutrisi lain sambil mengangkut karbondioksida dan sampah hasil metabolisme.
Kerja pemompaan jantung dijalankan oleh kontraksi dan relaksasi ritmik dinding otot. Selama kontraksi otot (sistolik), kamar jantung menjadi lebih kecil karena darah disemburkan keluar. Selama relaksasi otot dinding jantung (diastolik), kamar jantung akan terisi darah sebagai persiapan untuk penyemburan berikutnya.
Daerah dipertengahan dada diantara kedua paru disebut sebagai mediastinum. Sebagian besar rongga mediastinum ditempati oleh jantung, yang terbungkus dalam kantong fibrosa tipis yang disebut perikardium.
Kamar jantung, sisi kiri dan kanan jantung, masing-masing tersusun atas dua kamar, antrium dan ventrikel. Dinding yang memisahkan kamar kanan dan kiri disebut septum. Ventrikel adalah kamar yang menyemburkan darah ke arteri. Fungsi atrium adalah menampung darah yang datang dari vena dan bertindak sebagai tempat penimbunan sementara sebelum darah kemudian dikosongkan ke ventrikel. Katup jantung dibagi menjadi 4 bagian yaitu: katup trikuspidalis, katup mitral atau bikuspidalis, katup pulmonalis dan katup aorta. (Brunner & Suddarth, 2001).

3. Etiologi
Tingginya tekanan yang lama tentu saja akan merusak pembuluh darah di seluruh tubuh, yang paling jelas pada mata, jantung, ginjal dan otot. Maka konsekuensi yang biasa pada hipertensi yang lama tidak terkontrol adalah gangguan penglihatan, okulasi kroner, gagal ginjal dan stroke. Selain itu jantung membesar karena dipaksa meningkatkan beban kerja saat memompa melawan tingginya tekanan darah.
Peningkatan tekanan perifer yang dikontrol pada tingkat anteriola adalah dasar penyebab tingginya tekanan darah. Penyebab tingginya tekanan tersebut belum belum banyak diketahui. Selain itu hipertensi juga dipengaruhi oleh tekanan emosi, obesitas, konsumsi alkohol yang berlebihan, dan rangsangan kopi yang berlebihan, tembakau dan obat-obatan yang merangsang dapat berperan disini, tetapi penyakit ini sangat dipengaruhi faktor keturunan. Penyakit ini lebih banyak menyerang wanita dari pada pria
(Smeltzer dan Bare, 2001).

4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medula diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jenis saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumnamediko spinalis ke ganglia simpatis di thoraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuran preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pascaganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap nepiretrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi konteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokintriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubelus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tesebut cendrung mencetuskan keadaan hipertensi.
(Smeltzer & Bare, 2001)


Patoflow Diagram



















5. Manifestasi Klinis
Peningkatan tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala. Bila demikian, gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak atau jantung. Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epitaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sulit tidur, mata berkunang-kunang dan pusing.
( Kapita Selekta, hal 518)
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. BUN/Kreatinin
Memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
b. Glukosa
Hiperglikemia (Diabetes Melitus adalah pencetus infeksi) dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar ketokolamin (meningkatkan hipertensi).
c. Kalium serum
Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
d. Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium dapat meningkatkan hipertensi.
e. Kolesterol dan trigeliserida serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler).
f. Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokontriksi dan hipertensi.
g. Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab).
h. Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.

i. Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko terjadinya hipertensi.
j. Steroid urine
Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme, feokromositoma atau disfungsi pituitari, sindrom cushing; kadar renin juga dapat meningkat.
k. IVP
Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit parenkim ginjal, batu ginjal/ureter.
l. Foto dada
Dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katup: deposit pada dan/atau takik aorta; pembesaran jantung.
m. CT Scan
Mengkaji tumor serebral, CSV, Ensefalopati, atau feokromositoma.
n. EKG
Dapat menunjukan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi.
(Doenges, 2002)

7. Penatalaksanaan
Tujuan tiap program penanganan bagi setiap klien adalah mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan takanan darah dibawah 140/90mmHg.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendekatan non farmakologis, termasuk penurunan berat badan, pembatasan alkohol, natrium dan tembakau, latihan dan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap terapi antihipertensi.
Apabila penderita hipertensi ringan berada dalam resiko tinggi (pria, perokok) atau bila tekanan darah diastoliknya menetap, diatas 85 atau 95mmHg dan diastoliknya diatas 130 sampai 139mmHg, maka perlu dimulai terapi obat-obatan, misalnya: Captopril, dan lain-lain.
(Brunner & Suddarth, 2001)

8. Komplikasi
a. Stroke.
Dapat ditimbulkan akibat peredaran tekanan darah tinggi di otak. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang.
b. Infark miokardium.
Apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak dapat mensuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh tersebut.
c. Gagal ginjal.
Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan akan berlanjut menjadi hipoksia dan kematian.
d. Kerusakan otot.
Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan perifer dan mendorong cairan kedalam ruang intestinum di seluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.
(Corwin, 2000, hal 359)

B. Konsep Dasar Keperawatan
Asuhan keperawatan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri 5 tahap, yaitu: Pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelasksanaan dan evaluasi. (Nursalam, 2001 ).
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. (Nursalam, 2001)
Pengkajian pada klien hipertensi sebagai berikut:
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelemahan, keletihan, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, arteroklerosis, penyakit jantung koroner/katub dan penyakir serebrovaskuler.
Tanda : Kenaikan tekanan darah, frekuensi/irama: Takikardia, disritmia, murmur stenosis valvular.
c. Integritas ego
Gejala : Ansietas, depresi, eutoria atau merah kronik (dapat mengindikasikan kerusakan serebral)
Tanda : Gelisah, penyempitan kontinu perhatian, gerak tangan empati, otot muka tegang (khususnya sekitar mata).
d. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini/yang lalu (seperti infeksi/obstruksi atau riwayat penyakit ginjal masa yang lalu).
e. Makanan/cairan
Gejala : Makanan yang disukai, yang dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolestrol (seperti makanan yang digoreng, keju, telur); gula-gula yang berwarna hitam; kandungan tinggi kalori.
Tanda : Berat badan normal/obesitas, adanya edema; kongseti vena, DVJ; glikoseria (hampir 10 % pasien hipertensi adalah diubetik).
f. Neorosensori
Gejala : Keluhan pening/pusing, berdenyut, sakit kepala seboksipital (terjadi saat bangun dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam). Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur).
Tanda : Status mental: Perubahan keterjagaan, orientasi pola/isi bicara, afek proses pikir, atau memori (ingatan).
Respon motorik: Penurunan kekuatan genggaman tangan dan/reflek tendon dalam.
Perubahan-perubahan retina optik: Dari sklerosis/penyempitan arteri ringan sampai berat dan perubahan sklerotik dengan edema atau papiledema, eksudat dan hemoragi tergantung pada berat/massa (trekromositomo).
g. Nyeri/ketidaknyaman
Gejala : Angino (penyakit arteri kroner/keterlibatan jantung). Nyeri hilang timbul pada tangkai/klaedikasi, sakit kepala berat, nyeri abdomen/massa (trekromositomo).
h. Pernafasan
Gejala : Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas kerja, takipnea, ortopnea, dispnea nokternal proksimal, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
Tanda : Distres respirasi/penggunaan otot aksesori pernafasan, bunyi nafas tambahan (krakles/mengi), sianosis.
i. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi/cara berjalan. Episode parestesia unikotral transien. Hipotensi postured.
j. Pembelajaran/penyuluhan
Gejala : Faktor-faktor resiko keluarga: Hipertensi, arterosklerosis, penyakit jantung, diabetes melitus, penyakit serebrovaskular/ginjal, penggunaan pil KB (pada klien wanita) atau hormon lain, penggunaan obat/alkohol.
(Doenges, 2000)

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari kelompok atau individu dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan mengubah. (Carpenito, 2000).
Adapun diagnosa keperawatan pada klien hipertensi menurut Carpenito (2000) antara lain:
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan iskemik miokard.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
c. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
d. Resiko tinggi perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan berlebihan sehubungan dengan kebutuhan metabolik.
e. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan rencana pengobatan berhubungan dengan kurang informasi, kurang mengingat, atau salah interpretasi.


3. Intervensi
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, langkah berikutnya adalah menentukan perencanaan, dalam menentukan perencanaan keperawatan perlu menyusun “sistem” untuk menentukan diagnosa yang akan diambil tindakan pertama kali. Salah satu sistem yang bisa digunakan adalah hirarki “Kebutuhan Manusia” (Nursalam, 2001, hal 52)
Menurut Carpenito (2000) rencana tindakan keperawatan pada klien dengan hipertensi dapat dirumuskan sebagai berikut:
No Diagnosa Keperawatan Tujuan/ Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan iskemik miokardia. Tujuan:
Tidak terjadi adanya penurunan curah jantung.
Kriteria hasil:
- TD dalam batas normal.
- Irama dan frekuensi jantung stabil.
1) Pantau TD, ukur pada kedua tangan kiri dan kanan untuk evaluasi awal. Gunakan ukuran manset yang tepat dan teknik yang akurat
2) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.




3) Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler.



4) Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas/keributan.
5) Berikan obat sesuai dengan indikasi, misal: Captopril. 1) Perbandingan dari TD memberikan gambaran yang lebih lengkap keterlibatan masalah vaskuler.
(Carpenito, 2000, hal 43)
2) Denyutan karotis, jugularis, radialis & femuralis mungkin terpalpasi. Denyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi dan kongesti vena.
(Carpenito, 2000, hal 43)
3) Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat mencerminkan penurunan curah jantung.
(Carpenito, 2000, hal 43)
4) Membantu untuk menurunkan rangsang simpatis, meningkatkan relaksasi.
(Carpenito, 2000, hal 43)
5) Penting untuk mengontrol tekanan darah.
(Carpenito, 2000, hal 44)
2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Tujuan:
Klien dapat melakukan aktivitas yang diinginkan.

Kriteria hasil:
- Klien dapat melakukan aktivitas tanpa keletihan.
- Lepas dari rasa tidak nyaman saat bergerak atau dispnea.
1) Kaji respons klien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi, TD; dispnea atau nyeri dada; keletihan dan kelemahan yang berlebihan, diaforesis, pusing/pingsan.
2) Instruksikan klien tentang teknik penghematan energi, misal: melakukan aktivitas dengan perlahan.

3) Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan. 1) Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respons fisiologis terhadap stress aktivitas.
(Carpenito, 2000, hal 45)


2) Teknik menghemat energi mengurangi penggunaan energi, juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
(Carpenito, 2000, hal 45)
3) Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas.
(Carpenito, 2000, hal 45)
3 Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral. Tujuan:
Menyatakan nyeri terkontrol.
Kriteria hasil:
Menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas/tidur/ istirahat dengan tepat.
1) Pertahankan tirah baring selama fase akut.
2) Berikan tindakan nonfarmakologik untuk menghilangkan sakit kepala.



3) Hilangkan/minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala misalnya: mengejan saat BAB, membungkuk, batuk panjang.
4) Bantu klien untuk ambulasi sesuai kebutuhan.



5) Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang teratur.
6) Berikan analgesik sesuai indikasi. 1) Meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi.
2) Tindakan yang menurunkan tekanan vaskular serebral dan yang memperlambat/memblok respons simpatis efektif dalam menghilangkan sakit kepala.
3) Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala dan adanya peningkatan tekanan vaskular serebral.

4) Pusing dan penglihatan kabur sering berhubungan dengan sakit kepala. Klien juga dapat mengalami episode hipotensi postural.

5) Meningkatkan kenyamanan umum.

6) Mengontrol/mengurangi rasa nyeri dan menurunkan rangsangan saraf simpatis.
4 Resiko tinggi perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan berlebihan sehubungan dengan kebutuhan metabolik. Tujuan:
Nutrisi klien tidak berlebihan.
Kriteria hasil:
- Menunjukkan perubahan pola makan.
- BB sesuai dengan yang diinginkan dengan pemeliharaan kesehatan optimal.
- Mempertahan-kan program olah raga. 1) Kaji tingkat pemahaman klien tentang hubungan antara hipertensi dan kegemukan.
2) Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan lemak, garam, dan gula sesuai indikasi.


3) Tetapkan keinginan klien untuk menurunkan berat badan.


4) Tetapkan rencana penurunan berat badan yang realistik dengan klien. Misalnya: penurunan BB: 0,5Kg perminggu.
5) Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan.
6) Instruksikan dan bantu memilih makanan yang tepat.



7) Rujuk ke ahli gizi sesuai indikasi. 1) Kapasitas aorta dan peningkatan curah jantung berkaitan dengan peningkatan massa tubuh.
2) Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya arteriosklerosis dan kegemukan, yang merupakan predisposisi untuk hipertensi dan komplikasinya. Misal: stroke gagal ginjal, gagal jantung.
3) Individu harus berkeinginan menurunkan berat badan, jika tidak maka program sama sekali tidak berhasil.
4) Penurunan masukan kalori seseorang sebanyak 500 kalori perhari secara teori dapat menurunkan BB 0,5Kg/minggu.

5) Memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang dimakan.

6) Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting untuk mencegah perkembangan aterogenesis.


7) Memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet individu.
5 Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan rencana pengobatan berhubungan dengan kurang informasi, kurang mengingat, atau salah interpretasi. Tujuan:
Menyatakan pemahaman mengenai kondisi dan proses pengobatan.
Kriteria hasil:
- Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan tindakan.
- Mengidentifi-kasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang perlu diperhatikan.
1) Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar.


2) Tetapkan dan nyatakan batas TD normal, jelaskan tentang hipertensi dan efeknya pada jantung, pembuluh darah, ginjal dan otak.
3) Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor-faktor resiko kardiovaskular yang dapat diubah. Misalnya diet tinggi lemak, obesitas, merokok, minum alkohol, pola hidup penuh stres.
4) Atasi masalah dengan klien untuk mengidentifikasi cara dimana perubahan gaya hidup yang tepat dapat dibuat untuk mengurangi faktor-faktor resiko diatas.
5) Bahas pentingnya menghentikan merokok dan bantu klien dengan membuat rencana untuk berhenti merokok. 1) Bila klien tidak menerima realitas bahwa membutuhkan pengobatan kontinu, maka perubahan perilaku tidak dapat dipertahankan.
2) Memberikan dasar untuk pemahaman tentang peningkatan TD.


3) Faktor-faktor resiko ini telah menunjukkan hubungan dalam menunjang hipertensi dan penyakit kardiovaskuler serta ginjal.


4) Faktor-faktor resiko dapat meningkatkan proses penyakit atau memperburuk gejala.


5) Nikotin meningkatkan pelepasan ketokolamin. Mengakibatkan peningkatan frekuensi jantung, TD dan vasokontriksi, mengurangi oksigenasi jaringan dan meningkatkan beban kerja miokardium.

4. Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik (Nursalam, 2001, hal 63).
Tahap ini merupakan tahap keempat dari proses keperawatan. oleh karena itu pelaksanaannya dimulai setelah rencana tindakan dirumuskan dan mengacu kepada rencana tindakan. Dikutip dari Griffin, et al. 1986. (Nursalam, 2001, hal 63)
Menurut Nursalam, 2001, ada beberapa faktor tahap dalam tindakan keperawatan, yaitu:
a. Tahap persiapan, yang menuntut perawat mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam tindakan.
b. Tahap intervensi, adalah kegiatan pelaksanaan dari perencanaan yang meliputi kegiatan interdependen (kerjasama dengan tim kesehatan lain), independen (mandiri) dan dependen (pelaksanaan dari tindakan medis).
c. Tahap dokumentasi, adalah pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah salah satu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematis pada status kesehatan klien. Dikutip dari Griffit dan Cristensen, 1986. (Nursalam, 2001).
Sedangkan Ignativicius dan Bayne (1994) mengatakan evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai kemampuan (Nursalam, 2001).
Evaluasi terdiri atas dua jenis yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif disebut juga evaluasi proses, evaluasi jangka pendek, atau evaluasi berjalan, dimana evaluasi dilakukan secepatnya setelah tindakan keperawatan dilakukan sampai tujuan tercapai. Sedangkan evaluasi sumatif ini disebut evaluasi hasil, evaluasi akhir, evaluasi jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan pada akhir tindakan keperawatan paripurna dilakukan dan menjadi suatu metode dalm memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi ini lazimnya menggunakan format “SOAP”. Dikutip dari Griffit dan Cristensen, 1986. (Nursalam, 2001, hal 74).

6. Perencanaan Pulang
Informasi yang dirancang untuk disampaikan atau dianjurkan melalui penyuluhan yang diberikan sewaktu klien atau keluarga klien akan pulang. Menjelaskan kepada anggota keluarga tentang penyakit hipertensi dan menganjurkan klien untuk membatasi makanan yang mengandung garam, menghindari stress.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar