BAB II
LANDASAN TEORI
LANDASAN TEORI
A. Konsep dasar medis
1. Anatomi dan fisiologi saluran pencernaan.
Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses Pencernaan (pengunyahan, penelanan dan percampuran) dengan enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus.
(Syaifuddin, 1996, hal 87).
Saluran pencernaan terdiri dari: mulut, faring, osofagus, lambung, usus halus, usus besar, rectum, anus.
a). Anatomi mulut (oris)
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas dua bagian yaitu:
1) Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi.
2) Bagian rongga mulut/bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandibularis disebelah belakang bersambung dengan faring.
a) Kelenjar parotis
b) Kelenjar submaksilaris
c) Kelenjar sublingualis (Syaifuddin, 1996, hal.88).
b) Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (osofagus), di dalam lengkungan faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosis dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Disini terletak bersimpangan antara jalan napas dan jalan makanan ( Syaifuddin, 1996, hal 88).
c) Osofagus.
Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung, panjangnya kurang lebih 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak dibawah lambung (Syaifuddin, 1996, hal 89).
d) Lambung
Bagian lambung terdiri dari:
1) Fundus Ventrikuli
2) Korpus ventrikuli
3) Antrum Pilorus
4) Kurvatura Minor
5) Kurvatura Mayor
6) Osteum Kardiakum.
Susunan lapisan dari dalam keluar terdiri dari: lapisan selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot miring, lapisan otot panjang, dan lapisan jaringan ikat/serosa.
Fungsi lambung terdiri dari:
1) Makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh peristaltik lambung dan getah lambung.
2) Getah cerna lambung yang dihasilkan:
a) Pepsin fungsinya, memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan pepton).
b) Asam garam (HCL) fungsinya: mengasamkan makanan, sebagai antiseptik dan desinfektan, dan membuat Suasana asam pada pepsinogen sehingga menjadi pepsin.
c) Renin fungsinya, sebagai ragi membekukan susu dan membentuk kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu).
d) Lapisan lambung, jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam lemak yang merangsang sekresi getah lambung (syaifuddin, 1996, hal 91).
e) Usus Halus
Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter panjang dalam keadaan hidup dan merupakan saluran pencernaan diantara lambung dan usus besar. Usus halus panjang, tube yang berliku-liku yang memenuhi sebagian rongga abdomen.
Usus halus terdiri dari duodenum, yeyenum dan ileum.
1) Duodenum
adalah tube yang berbentuk huruf C dengan panjang kira-kira 25 cm, pada bagian belakang abdomen, melengkung melingkari pancreas.
Duodenum di gambarkan kedalam 4 bagian:
Bagian I : menjalar kearah kanan
Bagian II : menjalar kearah bawah
Bagian III : menjalar kearah tranversal kiri dan disebelah depan vena kava inferior dan aorta.
Bagian IV : menjalar kearah atas untuk selanjutnya bergabung dengan yeyenum (Gibson John, 1995, hal 163).
Bagian kanan duodenum terdapat selaput lendir yang membukit disebut papilla vateri, pada papilla vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pancreas (duktus wirsungi/duktus pankreatikus). Empedu di buat di hati untuk dikeluarkan keduodenum melalui duktus koledokus yang fungsinya mengemulsikan lemak, dengan bantuan lipase. Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar-kelenjar brunner, berfungsi untuk memproduksi getah intestinum (Syaifuddin, 1996, hal 91).
2) Yeyenum dan Ileum
Yeyenum merupakan bagian pertama dan ileum merupakan bagian kedua dari saluran usus halus. Semua bagian usus tersebut mempunyai panjang yang bervariasi dari 300 cm sampai 900 cm (Gibson John, 1995, hal 164).
Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri dan vena mesentrika suporior, pembuluh limfe dan saraf keruang antara 2 lapisan peritoneum yang membentuk mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas.
Ujung bawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraan lubang yang bernama orifisium Ileoseckalis. Orifisium ini diperkuat oleh spinter ileuseikalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau valvula Baukini yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolon asendens tidak masuk kembali keadaan ileum (Syaifuddin, 1996, hal 91).
Fungsi usus halus adalah:
a) Mensekresi cairan usus.
b) Menerima cairan empedu dan pancreas.
c) Mencerna makanan.
d) Mengabsorbsi air, garam dan vitamin.
e) Menggerakkan kandungan kandungan usus sepanjang usus oleh kontraksi segmental pendek dan gelombang cepat yang menggerakkan kandungan usus sepanjang usus menjadi lebih cepat.
f. Usus Besar.
Usus besar mempunyai panjang kurang lebih 1,5 meter dengan lebar 5-6 cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam keluar adalah:
1) Selaput lendir
2) Lapisan otot melingkar.
3) Lapisan otot penampang.
4) Jaringan ikat.
Fungsi usus besar, terdiri dari menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri koli dan tempat feses (Syaifuddin, 1996, hal 92).
Adapun bagian-bagian dari usus besar adalah sebagai berikut:
1. Seikum
Di bawah seikum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk seperti cincin sehingga disebut umbai cacing, dengan panjang 6 cm. Seluruhnya ditutupi oleh peritoneum, mudah bergerak walaupun tidak mempunyai mensentrium dan dapat diraba melalui dinding abdomen. (Syaifuddin, 1996, hal 92).
2. Colon Asenden
Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kalon membujur keatas dari ileum kebawah hati. Dibawah hati membengkok kekiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatica dan dilanjutkan sebagian kolon transversum (Syaifuddin, 1996, hal 92).
3. Apendiks
Bagian usus besar yang muncul seperti corong dari akhir seikum, mempunyai pintu keluar yang sempit tapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus (Syaifuddin, 1996, hal 92).
4. Colon Transversum
Panjangnya kurang lebih 38 cm, membujur dari kolon asendes sampai kekolon desendens berada dibawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksula lienalis (Syaifuddin, 1996, hal 92).
5. Colon Desendens
Panjangnya kurang lebih 25 cm, terletak dibawah abdomen bagian kiri membujur dari atas kebawah dari fleksura lienalis sampai kedepan ileum kiri, bersambung dengan colon sigmoid (Syaifuddin, 1996, hal 92).
6. Colon Sigmoid
Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak miring, dalam rongga pelvis sebelah kiri bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya berhubungan dengan rectum (Syaifuddin, 1996, hal 92).
7. Rektum
Terletak dibawah colon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvic didepan oscracum dan oscogcigis (Syaifuddin, 1996, hal 92).
8. Anus
Adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum dengan dunia luar. Terletak didasar pelvik, dindingnya diperkuat oleh tiga spincter:
a) Spincter Ani Internus, bekerja tidak menurut kehendak.
b) Spincter Levator Ani, bekerja tidak menurut kehendak.
c) Spincter Ani Eksternus, bekerja menurut kehendak (Syaifuddin, 1996, hal 92).
1. Definisi
a. Gastroentritis adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan / tanpa darah dan /atau lendir dalam tinja (Suhariyono, 2003).
b. Gastroentiris akut adalah defekasi yang terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat (Mansyoer Arief, et al., 1999, hal. 470).
c. Diare adalah perubahan tiba-tiba dalam frekuensi dan kualitas defekasi (Sandra M.Nettina, 2001, hal 123).
d. Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih dari 3 kali/hari) serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 gram/hari) dan konsistensi feses cair (Smeltzer dan Bare, 2001, hal 1093)
e. Gastroenteritis adalah radang dari lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (muntah berak) (capital selekta.edisi 3.1999)
f. Diare adalah defekasi yang tidak normal, baik frekuensi maupun konsiistensinya.frekuensi diare lebih dari 4X/hr (capital selekta,edisi 3.1999).
2. Etiologi
Gastroenteritis dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu (penggantian hormon tiroid, pelunak feses dan laksatif, antibiotik, kemoterapi, dan antasida), selain itu semua gastroenteritis dapat juga disebabkan oleh:
a. Faktor infeksi
1) Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut:
i. Infeksi bakteri: vibria, E.Coli, salmonella, shigella, compylobacter, yersiria, aeromonas dan sebagainya.
ii. Infeksi virus: Enterovirus, (virus Echo, Coxsackie, Poliomielitis) Adenovirus, Rofavirus, Astrovirus, Trichuris, Oxyuris, strongy loides, Protozoa, (Entomoeba histolyfica, giardia, lamblia, Trichomonas hominis), jamur (candida albicans).
2) Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut (OMA), Tonsillitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, pemberian makanan perselang, gangguan metabolic dan endokrin (Diabetes, Addison, Tirotoksikosis) serta proses infeksi virus/bakteri (disentri, shigellosis, keracunan makanan).
b. Faktor Malabsorbsi
- Mal absrobsi karbohidrat: disakarida, (Intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa): monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang tersering intoleransi laktosa)
- Mal absorbsi lemak
- Mal absorbsi protein.
c. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. faktor psikologis
rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar) (Ngastriyah, 1997, hal 144).
e. Malnutrisi
f. Gangguan imunologi
3. Patofisiologi Gastroenteritis
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya gastroenteritis ialah:
a. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik meninggi dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul gastroenteritis.
b. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya timbul gastroenteritis karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul gastroenteritis. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul pula gasteoenteritis. Berdasarkan cairan yang hilang tingkat dehidrasi terbagi menjadi:
1). Dehidrasi ringan, jika kekurangan cairan 5% atau 25 ml/kg/bb.
2). Dehidrasi sedang, jika kekurangan cairan 5-10% atau 75 ml/kg/bb.
3). Dehidrasi berat, jika kekurangan cairan 10-15% atau 125 ml/kg/bb. (Ngastiyah, 1997, hal 144).
Gastroenteritis dapat disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri secara langsung atau oleh efek dari nurotoxin yang diproduksi oleh bakteria. Infeksi ini menimbulkan peningkatan produksi air dan garam ke dalam lumen usus dan juga peningkatan motilitas, yang menyebabkan sejumlah besar makanan yang tidak dicerna dan cairan dikeluarkan. Dengan gastroenteritis yang hebat, sejumlah besar cairan dan elektrolit dapat hilang, menimbulkan dehidrasi, hyponatremi dan hipokalemia (Long, 1996).
Selain itu juga gastroenteritis yang akut maupun yang kronik dapat meyebabkan gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran bertambah), hipoglikamik, dan gangguan sirkulasi darah (Ngastiyah, 1997, hal 144).
4. Tanda dan gejala
Menurut Mansyoer Arief (2000), tanda dan gejala gastroenteritis atau diare adalah:
a. Mula-mula bayi atau anak cengeng, gelisah.
b. Suhu badan mungkin meningkat.
c. Nafsu makan berkurang atau tidak ada.
d. Diare.
e. Feses cair dengan darah atau lendir.
f. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu.
g. Anus dan sekitarnya lecet karena tinja menjadi asam.
h. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
i. Dehidrasi, bila banyak cairan keluar mempunyai tanda-tanda ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit menurun, selaput lendir mulut dan bibir kering.
j. Berat badan turun.
5. Pemeriksaan Diagnosa
Menurut Mansyoer Arief (2000), pemeriksaan diagnostik pada klien gastroenteritis adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan tinja
1). Makroskopis dan mikroskopis.
2). Biarkan kumanuntuk mencari kuman penyebab.
3). Tes resistensi terhadap berbagai antibiotik (pada diare persisten).
4). PH dan kadar gula jika diduga ada toleransi gula (sugar Intolerance).
b. Pemeriksaan darah
1). Darah perifer lengkap.
2). Analisis gas darah dan elektrolit (terutama Na,K, Ca dan P serum pada diare yang disertai kejang).
3). PH dan cadangan alkali untuk menentukan gangguan keseimbangan asam basa.
4). Kadar uream dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal.
c. Duodenal intubation
Untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare kronik.
6. Penatalaksanaan
Menurut Mansyoer Arief (2000), penatalaksanaan gastroenteritis adalah terdiri dari:
i. Simtomatis
1). Terapi rehidrasi
Tujuan terapi rehidrasi untuk mengoreksi kekurangan cairan dan elektrolit secara cepat kemudian mengganti cairan yang hilang sampai diarenya berhenti dengan cara memberikan oralit, cairan infus yaitu Ringer Laktat, Dekstrose 5%. Dekstrosa dalam salin, dll.
2). Antispasmodik, Antikolinergik (Antagonis stimulus kolinergik pada reseptor muskarinik), contoh obat: Papaperin.
3). Obat anti diare:
a). Obat anti motilitas dan sekresi usus (Loperamid).
b). Oktreotid (Sondostatin) sudah dicoba dengan hasil memuaskan pad
diare sklerotik.
c). Obat antidiare yang mengeraskan tinja dan absorbsi zat toksik yaitu: Norit 1-2 tablet diulang sesuai kebutuhan.
4). Antiemetik (metoclopramid).
5). Vitamin dan mineral, tergantung kebutuhan yaitu vitamin B1, asam folat.
6). Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare
untuk menghindarkan efek buruk pada status gizi.
b. Kausal
Pengobatan kausal diberikan pada infeksi maupun non infeksi, pada kasus kronik dengan penyebab infeksi, obat diberikan berdasarkan etiologinya.
7. Komplikasi
Menurut Ngastiyah ( 1997), akibat yang ditimbulkan gastroenteritis atau diare adalah:
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik atau hipertonik).
b. Renjatan hipovolemik.
c. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan elektrokardiogram).
d. Hipoglikemia.
e. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktosa.
f. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik.
g. Malnutrisi energi protein, (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik).
B. Konsep Dasar Keperawatan
Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik keperawatan. Hal ini bisa disebut sebagai pendekatan problem solving (pemecahan masalah) yang memerlukan ilmu, tehnik dan ketrampilan interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien atau keluarga dengan memberikan asuhan keperawatannya sesuai dengan lima tahap proses keperawatan, yaitu: pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Nursalam, 2001).
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber dan untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001).
Dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data dengan cara anamnesa yang diperoleh dengan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, serta mempelajari status klien.
Ada dua tipe data pada pengkajian yaitu: data subjektif dan data objektif.
Data subjektif adalah data yang diperoleh dari keluhan yang dirasakan pasien atau keluarga. Data objektid adalah data yang diperoleh dari data pengukuran, pemeriksaan dan pengamatan (Ali, 2002, hal 74).
Setelah pengumpulan data langkah berikutnya dalam pengkajian adalah pengelompokan data yang terdiri atas data fisiologis, psikologis, social dan spiritual (PPNI, 1994). Pengelompokan data akan memudahkan perawatan dalam menegakkan masalah keperawatan klien.
Untuk kasus gastroenteritis, pengkajian yang dilakukan meliputi:
a. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat tanggal lahir, nama orang tua, pekerjaan dan pendidikan.
b. Riwayat kesehatan yang lalu
Penyakit yang pernah diderita, apakah sebelumnya pernah menderita gastroenteritis atau penyakit lain, kebiasaan hidup, riawayat alergi dan lain-lain.
c. Riwayat kesehatan saat sakit
1). Keluhan utama: Keluhan yang sering ditemukan adalah BAB encer lebih dari empat kali sehari, warna feses kuning kehijauan, hijau, bentuk mukoid dan mengandung darah.
2). Riwayat perjalanan penyakit: beberapa lama penyakit diderita, hal-hal yang meringankan dan memperberat penyakit.
3). Upaya yang dilakukan untuk mengatasi keluhan.
d. Riwayat kehamilan dan persalinan ibu
Kehamilan dengan gawat janin, diabetes mellitus, malnutrisi, intrauteri, infeksi intra-natal, persalinan dengan ada komplikasi, persalinan dengan tindakan karena ada komplikasi, penolong persalinan (Sacharin, 1996).
e. Riwayat penyakit keluarga
Ada riwayat penyakit gastroenteritis
f. Riwayat alergi juga penting karena dapat juga menjadi indicator
penyakit terutama obat.
g. Riwayat pemberian imunisasi
Imunisasi lengkap atau tidak (Sastroasmoro, 1996).
h. Pengkajian fisik
1. Tanda-tanda vital: tekanan darah menurun akibat ketidakseimbangan cairan elektrolit, suhu meningkat, nadi cepat, lemah, respirasi meningkat akibat asidosis metabolic.
2. Keadaan penyakit
Penyakit akut bila tidak segera ditangani dapat mengakibatkan dehidrasi yang ditandai depresi fontanel anterior, mata cekung, turgor kulit buruk, selaput lendir kering, tidak ada air mata bila menangis, sehingga klien dapat jatuh kedalam syok hipovolemik dan dapat meyebabkan kematian.
3. Keadaan umum klien
Mula-mula jatuh pada dehidrasi ringan yang apabila tidak segera diatasi maka akan jatuh pada dehidrasi sedang dan berat, yang diawali kelemahan fisik.
4. Sistem integumen
Eksoriasi bokong akibat tinja asam, turgor kulit baik dan bila jatuh pada tahap dehidrasi berat maka turgor kulit buruk.
5. Sistem hemotologi
Hiponatremia atau hipernatremia akibat kekurangan natrium, hipokalemia atau hiperkalemia akibat kekurangan kalium, asidosis metabolic.
6. Sistem pernapasan
Respiratori meningkat akibat adanya asidosis metabolic apabila jatuh pada dehidrasi berat.
7. Sistem gastrointestinal
Nyeri atau kram abdomen, dehidrasi abdomen, hiperperistaltik usus.
i. Pola fungsi kesehatan
Pola fungsi kesehatan dapat di kaji melalui pola Gordon dimana pendekatan ini memungkinkan perawat untuk mengumpulkan data secara sistematis dengan cara
mengevaluasi pola fungsi kesehatan dan memfokuskan pengkajian fisik pada masalah khusus.
j. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Kaji persepsi keluarga terhadap kesehatan dan upaya-upaya keluarga untuk mempertahankan kesehatan. Termasuk juga penyakit anak sekarang ini dan upaya yang diharapkan.
k. Pola nutrisi metabolik
Kaji pola nutrisi anak dan bagaimana dengan pemberian ASI. Klien mengalami gangguan nafsu makan, mual, muntah dan diare.
l. Pola eliminasi
Kaji pola eliminasi feses dan urin, berapa frekuensinya dan bagaimana sifatnya, BAB lebih empat kali sehari, BAK tak terkaji, berat jenis urine tinggi, oliguria.
m. Pola istirahat-tidur
Gangguan tidur biasanya disebabkan oleh badan panas atau demam, BAB yang sering.
n. Pola kognitif perseptual
Pola ini sulit dan tak bisa dikaji/dilakukan
o. Pola peran hubungan
Kaji siapa yang mengasuh bayi. Klien sering digendong karena rewel.
p. Pola aktivitas dan latihan
Kaji tingkat perkembangan atau tumbuh kembang sesuai dengan usia.
q. Pola reproduksi
Tidak bisa di kaji pada bayi, tapi dapat dilihat dari cara orang tua memperlakukan anaknya sesuai dengan jenis kelamin (pakaian, alat permainan).
r. Pola koping dan toleransi terhadap stress.
Untuk mengkaji pola ini sulit karena bahasa untuk bayi tidak dimengerti (menangis).
s. Pola keyakinan
Kajian tentang pola keyakinan ini lebih banyak pada bagian bagaimana pola keyakinan orang tua klien.
2. Diagnosa keperawatan
Gastroenteritis mungkin menyebabkan interaksi fungsi normal dari system tubuh yang dipengaruhi. Berdasarkan data pengkajian diagnosa keperawatan pasien yang utama yang berhubungan dengan gastroenteritis meliputi: sesuai teori, bukan askep
b. Risiko terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasase feses yang sering dan kurangnya asupan cairan.
b. Risiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pasase feses yang sering atau encer (Smeltzer dan Bare, 2001, hal.1094)
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan makanan tak adekuat.
d. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang mengenal informasi tentang kondisi ( Doenges, 2000, hal 426).
e. Perubahan pola eliminasi Bab, diare berhubungan dengan proses infeksi pada saluran cerna.
f. Perubahan ketidak nyamanan yang berhubungan dengan kram abdomen, diare, dan muntah sekunder terhadap dilatasi vaskuler dan hiperperistaltik.
3. Perencanaan
Dalam menentukan perencanaan perlu menyusun suatu system untuk menentukan diagnosa yang akan diambil tindakan pertama kali. Salah satu system yang bisa digunakan adalah hirarki kebutuhan manusia “ Fyer et al, 1996 “ ( Nursalam, 2001, hal 52 ). Perencanaan meliputi pengembangan strategi untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang akan diidentifikasi pada diagnosa kutipan dari Fiyer, taptik dan bernocehi, 1996 ( Nursalam, 2001, hal 51), dalam pengaturan prioritas, perencanaan ada dua hirarki yang bisa digunakan:
1). Hirarki Maslow
Maslow menjelaskan kebutuhan manusia dibagi dalam lima tahap: fisiologi, rasa aman dan nyaman, sosial, harga diri dan aktualitas diri. Dia mengatakan bahwa klien memerlukan suatu tahapan kebutuhan. Jika klien menghendaki suatu tindakan yang memuaskan. Dengan kata lain kebutuhan fisiologis biasanya sebagai prioritas utama bagi klien dari pada kebutuhan lain
( Nursalam, 2001, hal 52).
Dimana Maslow menggambarkan dengan skema piramida yang menunjukkan bagaimana seseorang bergerak dari pemenuhan kebutuhan dasar dari tingkat kebutuhan yang lebih tinggi dengan tujuan akhir adalah fungsi dan kesehatan manusia yang terintergrasi.
Keterangan:
a). Kebutuhan fisiologis O2, Co2, Elektrolik, makanan, sex .
b). Kebutuhan keselamatan dan keamanan, terhindar dari penyakit, pencuri dan perlindungan hokum.
c). Mencintai dan dicintai : kasih sayang, mencintai, dicintai, diterima kelompok.
d). Harga diri: dihargai dan menghargai (Respek dan toleransi).
e). Aktualisasi diri: ingin diakui, berhasil dan menonjol
( Smeltzer and Bare, 2002, hal 14)
2). Hirarki “ kalish”
Kalish 1983, lebih menjelaskan kebutuhan Maslow dengan membagi kebutuhan fisiologi menjadi kebutuhan untuk “bertahan dan stimulasi”. Kalish mengidentifikasi kebutuhan untuk mempertahankan hidup: udara, air, temperatur, eliminasi, istirahat dan menghindari nyeri, jika terjadi kekurangan kebutuhan tersebut, klien cenderung menggunakan prasarana untuk memuaskan kebutuhan tertentu, hanya saja mereka akan mempertimbangkan terlebih dahulu kebutuhan yang paling tinggi prioritasnya, misalnya keamanan dan harga diri. Di kutif dari Iyer, el al, 1996 (Nursalam, 2001, hal 53)
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan gastroenteritis maka rencana keperawatan yang dapat dirumuskan adalah:
1). Risiko terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasase feses yang sering dan kurangnya asupan cairan.
Tujuan: volume cairan seimbang.
Kriteria hasil: - BAB tidak lebih dari satu kali perhari.
- Intake dan out put seimbang.
- Turgor kulit baik.
- Mata tidak cekung.
Intervensi:
a). Kaji adanya dehidrasi (penurunan turgor kulit, tacikardi, nadi lemah, penurunan natrium serum, haus).
Rasional: keseimbangan cairan sulit di pertahankan selama episode akut. Karena feses di dorong melalui usus terlalu cepat untuk memungkinkan absorbsi air; haluaran melebihi asupan
b). Mencatat intake dan output.
Rasional: Mengetahui kesimbangan antara intake dan output klien dan mengetahui banyak pergantian cairan yang di perlukan.
c). Timbang berat badan setiap hari.
Rasional: sebagai indikasi dalam pemenuhan cairan dan nutrisi.
d). Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
Rasional: memperbaiki kehilangan cairan.
(Smeltzer and Bare, 2002, hal 1095).
2). Risiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pasase feses yang sering atau encer.
Tujuan: menunjukkan waktu penyembuhan yang tepat tanpa konplikasi.
Kriteria evaluasi: menunjukkan prilaku orang tua untuk mempertahankan kulit halus, kenyal dan utuh.
Intervensi:
a). Observasi kemerahan, pucat, ekskoriasi.
Rasional: Area ini meningkat risikonya untuk kerusakan dan memerlukan pengobatan lebih intensif.
b). Gunakan krim kulit dua kali sehari dan setelah mandi.
Rasional: melicinkan kulit dan menurunkan gatal.
c). Tekankan pentingnya masukan nutrisi atau cairan adekuat.
Rasional: perbaiki nutrisi dan hidrasi akan memperbaiki kondisi kulit.
d). Dorong mandi dua hari satu kali, pengganti mandi tiap hari.
Rasional: sering mandi menyebabkan kekeringan kulit.
(Doenges, 2000, hal 434).
3). Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan makanan tak adekuat.
Tujuan: kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi .
Kriteria hasil: dapat menghabiskan porsi makanan yang di hidangkan.
Intervensi:
a). Kaji dan catat masukan oral klien.
Rasional: mengetahui perkembangan nafsu makan klien dan memantau peningkatan masukan oral.
b). berikan klien makan dengan diet lunak, diet dengan porsi kecil tapi sering.
Rasional: mencegah kekosongan lambung yang dapat mengiritasi lambung .
(Doenges, 2002, hal 426).
4). Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang mengenal informasi tentang kondisi.
Tujuan: keluarga memahami proses penyakit dan pengobatan.
Kriteria hasil: - keluarga mengerti tentang penyakit dan pengobatan.
- keluarga berpartisipasi dalam pengobatan dan perawatan.
Intervensi:
a). Tentukan persepsi keluarga tentang proses penyakit.
Rasional: mengetahui tingkat pengetahuan dasar tentang proses penyakit dan pengobatan.
b). Kaji ulang proses penyakit, penyebab yang menimbulkan gejala.
Rasional: pengetahuan dasar yang akurat memberikan kesempatan keluarga untuk membuat keputusan tentang penyakitnya.
c). Kaji ulang obat, tujuan, frekwensi, dosis dan kemungkinan efek samping.
Rasional: memungkinkan pemahaman dan dapat meningkatkan kerja sama dalam program.
d). Tekankan pentingnya perawatan kulit seperti tehnik. Cuci tangan yang bersih dan perawatan perineal.
Rasional: Menurunkan penyebaran bakteri dan resiko iritasi kulit
(Doenges, 2002, hal 435).
5). Perubahan pola eliminasi Bab: diare berhubungan dengan proses infeksi pada saluran cerna.
Tujuan : Pola eliminasi kembali normal.
Kirteria hasil: BAB tidak lebih dari satu kali perhari, intake dan output seimbang, konsistensi feses lembek.
Rencana tindakan:
a). Kaji dan catat frekwensi BAB, karakteristik feses dan faktor pencetus.
Rasional: Mengetahui penyebab diare dan menentukan tindakan selanjutnya.
b). Berikan istirahat yang cukup bagi klien.
Rasional: Membantu menurunkan mobilitas usus dan menurunkan metabolisme bila ada infeksi.
c). Observasi tanda-tanda vital
Rasional: Melalui tanda-tanda vital dapat diketahui perubahan suhu, nadi, tekanan darah dan pernapasan yang abnormal atau kemungkinan terjadinya pre syok atau syok.
d). Berikan oral yang adekuat, porsi kecil tapi sering.
Rasional: Mempertahankan kondisi tubuh klien dan mencegah kekosongan lambung.
e). Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.
Rasional: Mengobati sufuratif lokal.
6). Perubahan ketidaknyaman yang berhubungan dengan kram abdomen, diare, dan muntah sekunder terhadap dilatasi vaskuler dan hiperperistaltik.
Tujuan: Rasa ketidaknyaman berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil:
- Klien tidak rewel atau gelisah
- Hiperperistaltik dan diare sudah tidak ada lagi.
Rencana tindakan:
a). Baringkan klien dalam posisi terlentang dengan bantalan penghangat diatas abdomen.
Rasional: Tindakan ini meningkatkan relaksasi otot GI dan mengurangi kram.
b). Berikan masukan cairan sedikit tapi sering.
Rasional: Cairan dalam jumlah yang kecil tidak akan mendesak area gastrik dengan demikian tidak memperberat gejala.
c). Lindungi daerah perianal dari iritasi.
Rasional: Sering BAB dengan peningkatan keasaman dapat mengiritasi kulit perianal (Carpenito, 1999, hal.190).
4. Pelaksanaan
Iyer (1996) mengatakan bahwa pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Pelaksanaan atau implementasi merupakan aflikasi dari perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien. Hal-hal yang harus kita perhatikan ketika akan melakukan implementasi adalah intervensi yang dilakukan sesuai dengan rencana. Setelah dilakukan validasi, pengasahan ketrampilan interpersonal, intelektual dan psikologi individu. Terakhir melakukan pendokumentasian keperawatan berupa mencatatan dan pelaporan (Nursalam, 2001).
Tahap ini merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan, oleh karena itu pelaksanaannya dimulai setelah rencana tindakan dirumuskan dan mengacu pada rencana tindakan sesuai skala sangat urgen, urgen dan tidak urgen atau non urgen.
Dalam pelaksanaan tindakkan ada tiga fase yang harus dilalui yaitu: persiapan, perencanaan, dan dokumentasi (Griffith, 1986), berikut penjelasannya:
a. Fase persiapan meliputi:
1). Revieuw antisipasi tindakan keperawatan.
2). Menganalisa pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan.
3). Mengetahui komplikasi yang mungkin timbul.
4).Persiapan alat.
5). Persiapan lingkungan yang konduksif.
6). Mengidentifikasi aspek hukum dan etik.
b. Fase intervensi terdiri atas:
1). Independen: tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau perintah dokter atau tim kesehatan lain.
2). Interdependen: tindakan perawat yang memerlukan kerjasama dengan tim kesehatan lain (gizi, dokter, laboratorium, dll).
3). Dependen: berhubungan dengan tindakan medis atau menandakan dimana tindakan medis di laksanakan.
c. Fase dokumentasi merupakan suatu catatan lengkap dan akurat dari tindakan yang telah dilaksanakan. Dalam pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan pada klien gastroenteritis perawat berperan sebagai pelaksana keperawatan, pemberi support, pendidik, advokasi, konselor dan pencatatan atau penghimpun data.
5.Evaluasi
Evaluasi adalah suatu yang direncanakan dan dibandingkan yang sistematis pada status kesehatan klien ( Griffith dan Christensen, 1986).
Sedangkan Ignatavicius dan Bayne (1994) mengatakan evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses perawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.
Evaluasi terdiri atas dua jenis yaitu: evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif disebut juga sebagai evaluasi proses, evaluasi jangka pendek atau evaluasi berjalan, dimana evaluasi dilakukan sampai tujuan tercapai. Sedangkan evaluasi sumatif bisa disebut juga evaluasi hasil, evaluasi akhir, evaluasi jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan pada akhir tindakan keperawatan paripurna dan menjadi suatu metode dalam memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi ini lazimnya menggunakan format SOAP (Nursalam, 2001).
Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan umpan balik rencana keperawatan, nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil perbandingan standar yang telah ditentukan sebelumnya.
Dalam hal ini penilaian yang diharapkan pada klien dengan gastroenteritis adalah:
a. Konsistensi feses normal.
b. Klien atau bayi tidak lagi rewel.
c. Turgor kulit baik.
d. Gangguan keseimbangan cairan tubuh teratasi.
6.Perencanaan pulang (Dischange Planning)
Pada klien dengan gastroenteritis perlu adanya penyuluhan tentang cara-cara mencegah terjadinya diare yaitu tidak mengkonsumsi makanan yang basi, mencuci sayur dan makanan sebelum dimasak, minum air yang sudah dimasak, serta tidak boleh jajan di sembarang tempat (warung di pinggir jalan), dan cuci tangan sebelum makan makanan yang kita makan.
Bila klien mengalami diare yang berat hendaknya cepat kerumah sakit untuk mendapatkan pertolongan. Jika mengalami komplikasi hendaknya berobat teratur dan cek ulang secara teratur pula.
don't forget to be excited about everything
BalasHapuscara mengobati batuk rejan pada bayi dan anak
cara mengatasi nyeri haid
BalasHapusThank you for your cooperation, hopefully it can pay off.
BalasHapusCara Mengolah Kunyit Untuk Maag Kronis
Buah-Buahan Untuk Penderita Kista Ginjal
What you say is very useful, hopefully it can continue like that.
BalasHapusObat Herbal Paru-Paru Basah
Your article is very good, so I have the inspiration to make different titles. Thanks
BalasHapusPantangan Makanan Penyakit Gondok