Senin, 14 Juni 2010

ASKEP DHF

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR MEDIS
1. Pengertian
a. Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypti betina (Christantie.E, 1995).
b. Dengue Hemorrhagic Fever adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengangejala utama demam, nyeri otot dan sendi. (Mansjoer, Arif et al, 2001).

2. Etiologi
Penyebab DHF disebabkan oleh virus dengan sejenis yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypti betina.

3. Perubahan Hematologi Pada Infeksi Dengue
Infeksi sekunder virus dengue menyebabkan terjadinya perubahan yang kompleks dan unik pada berbagai mekanisme homeostatis dalam tubuh penderita antara lain.
a. Hematokrit dan Hemoglobin
Nilai hematokrit biasanya mulai meningkat pada hari ketiga, dari perjalanan penyakit dan makin meningkat sesuai dengan proses perjalanan penyakit Dengue Hemorrhagic Fever (DHF). Peningkatan hematokrit merupakan manifestasi hemokonsentrasi yang sering terjadi akibat kebocoran plasma keruang ekstravaskuler disertai dengan efusi cairan serosa, melalui kapiler yang rusak. Akibat kebocoran ini volume plasma menjadi berkurang yang dapat menyebabkan terjadinya syok hipovolemik dan kegagalan sirkulasi. Pada kasus-kasus yang berat yang telah disertai perdarahan, umumnya nilai hematokrit tidak meningkat, bahkan malah menurun. Kadar hemoglobin pada hari-hari pertama biasanya normal atau sedikit menurun tetapi kemudian kadarnya akan naik mengikuti peningkatan hemokonsentrasi dan merupakan kelainan hematologi paling awal yang dapat ditemukan pada Dengue Hemorrhagic Fever (DHF).
b. Trombosit
Trombositopenia merupakan salah satu kriteria sederhana yang diajukan oleh WHO sebagai diagnosis klinis penyakit Dengue Hemorrhagic Fever (DHF). Jumlah trombosit biasanya normal selama 3 hari pertama. Trombositopenia mulai tampak beberapa hari setelah panas, dan mencapai titik terendah pada fase syok.
Penyebab trombositopenia pada DHF masih kontroversial, sebagian peneliti mengatakan kemungkinan penyebabnya adalah trombopolosis yang menurun dan destruksi trombosit dalam darah yang meningkat. Peneliti lain menemukan adanya gangguan fungsi trombosit. Mekanisme yang menyebabkan peningkatan destruksi dan gangguan fungsi trombosit belum diketahui dengan jelas. Ditemukannya kompleks imun pada permukaan trombosit diduga sebagai penyebab agregasi trombosit yang kemudian akan dimusnahkan oleh sistem retikloendotel khususnya dalam limfa dan hati.
c. Leukosit
Pada penderita DHF dapat terjadi leukopenia ringan sampai leukositosis sedang. Leukopenia dapat dijumpai antara hari pertama dan ketiga dengan hitung jenis yang masih dalam batas normal. Jumlah granolosit menurun pada hari ketiga sampai hari kedelapan. Pada syok berat dapat dijumpai leukositosis dengan neutropenia absolut.
Hal lain yang menarik adalah ditemukannya cukup banyak (20-50%) limfosit bentranformasi atau atifik dalam sediaan apus darah tepi penderita DHF terutama pada infeksi sekunder. Limfosit atifik ini merupakan sel berinti satu (mononuler) dengan struktur kromatin inti halus dan agak padat, serta sitoplasma yang relatif lebar dan berwarna biru tua, oleh karenanya sel ini juga dikenal sebagai limfosit plasma biru. Limfosit plasma biru ini sudah dapat ditemukan sejak hari ketiga terjadinya panas, dan merupakan penunjang diagnosis DHF.
d. Sistem Koagulasi, fibrinolisis, kirin dan komplemen.
Sistem koagulasi disusun oleh faktor-faktor koagulasi berupa protein inaktif yang beredar dalam darah, apabila terjadi aktivasi normal ataupun abnormal, faktor koagulasi akan diaktifkan secara beruntun, mengikuti suatu dekade yang diawali dengan aktifasi faktor XII mulai dari sedikit kemudian malah lama makin banyak sehingga aklhirnya terbentuk fibrin. Kompleks virus pada DHF ternyata dapat juga mengaktifkan sistem ini.

4. Patofisiologi
Setelah virus dengue masuk kedalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelaianan yang mungkin muncul pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limfa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya permealitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma keruang ekstra seluler dibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritonium, pleuera dan perikardium. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Sebab lain kematian dari DHF adalah perdarahan hebat, perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis erbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan sistem koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati iyang fungsinya memang terbukti terganggu oleh aktifasi sistem koagulasi.
Masalah terjadi DIC pada DHF/DSS, terutama pada pasien yang perdarahan hebat.



5. Kasifikasi DHF
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
a) Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, panas 2-7 hari, uji tourniguet positif, trombositopenia dan hemokonsentrasi.
b) Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekhimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi
c) Derajat III
Ditandai dengan gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat, tekanan nadi sempit, tekanan darah menurun
d) Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur (denyut jantung ≥ 140x/menit), anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

6. Tanda dan Gejala
Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan gejala lain adalah :
 Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan
 Acites
 Cairan dalam rongga pleura (kanan)
 Ensephalitis: kejang, gelisah, sopor koma.

7. Pemeriksaan dan Diagnosis
 Trombositopenia (≤ 100.000/mm3).
 Hb dan PCU meningkat (≤ 20 %).
 Leukopenia (mungkin normal atau leukositosis)
 Isolasi virus
 Serologi (uji H): respon anti bodi sekunder.
 Pada renjatan yang berat, periksa: Hb, PCU berulang kali (setiap jam atau 4-6 jam apabila sudah menunjukan tanda perbaikan), faal hemostasis, FDP, EKG, foto dada, creatinin serum.

8. Penatalaksanaan
Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue : panas 1-2 hari disertai dehidrasi (karena panas, muntah, masukan kurang) atau kejang-kejang, panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati, uji tourniguet positif/negatif, kesan sakit keras (tidak mau bermain), Hb dan PCV meningkat, panas disertai perdarahan dan panas disertai renjatan.
a) Grade I dan II : belum atau tanpa rejatan
 Oral ad libitum
 Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 cc/kg BB/ hari untuk anak dengan BB <10kg> dari 80 MmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma ekspander (dekstran L atau yang lainnya) sebanyak 10 ml/kg BB/ 1jam dan dapat diulang maksimal 30 ml/kg BB/ dalam kurun waktu 24 jam.
 Jika keadaan umum membaik dilanjutkan cairan RL sebanyak kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.


B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan adalah faktor penting dalam survival klien dan dalam aspek preventative, pemeliharaan dan rehabilitatif perawatan kesehatan. Untuk itu samapai pada hal ini, profesi keperawatan telah mengidentifikasi proses pemecahan massalah yang menggabungkan elemen yang paling relevasi dari sistem teori dengan menggunakan metode ilmiah . dalam melakukan asuhan keperawatan terdapat beberapa langkah yang harus ditempuh, langkah tersebut adalah:

1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Iyer, et al, 1996). Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. Oleh karena itu pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan respon individu. Oleh karena itu pengkajian yang akurat, lengkap sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan respon individu, sebagaimana yang telah ditentukan dalam standar praktek keperawatan ANA (American Nursing Association). Empat tahap pengkajian yaitu : pengumpulan data, validasi data, pengorganisasian data dan identifikasi masalah atau analisa masalah (La odo Junaidi Gaffar, S.Kp, 1999). Untuk klien dengan DHF pada pengkajian didapat data-data sebagai berikut :
a) Identitas
DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (betina). (Christanti, 1995).
b) Keluhan Utama
c) Riwayat Penyakit Sekarang.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
e) Riwayat Penyakit Keluarga
f) Riwayat Kesehatan Lingkungan
g) Riwayat Tumbuh Kembang
h) Pengkajian Persistem

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurun, membatasi, mencegah dan merubah (carpenito, 2000, dikutip dari ”Nursalam, 2001”). Diagnosa Keperawatan yang muncul pada klien dengan DHF adalah:
a. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) b.d proses penyakit (viremia)
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi :kurang dari kebutuhan tubuh b.d, mual, muntah anorexia, dan sakit saat menelan.
c. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, pengobatan dan pencegahan b.d kurang informasi.
d. Gangguan aktivitas sehari-hari b.d kelemahan fisik.
e. Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d mekanisme patologis (proses penyakit).
f. Resti terjadinya perdarahan lebih lanjut b.d trombositopenia.
g. Resti terjadi syok hipovolemik b.d perdarahan hebat.

3. Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, langkah berikutnya adalah menentukan perencanaan keperawatan meliputi pengembngan strategi desain untuk mencegah, mengurangi dan mengoreksi masalah-masalah yang teridentifikasi pada diagnosa keperawatan, dimana tahapan ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan mengumpulkan rencana dokumen (Iyer, Taptich dan Bennocchi Losey, 1996 dikutip dari ”Nursalam, 2001”).
Tahapan dalam menentukan perencanaan ini meliputi menentukan prioritas, kriteria hasil, rencana tindakan dan pendokumentasian (nursalam, 2001). Terdapat tiga rencana tindakan dalam tahap rencana tindakan yaitu rencana tindakan perawat, rencana tindakan pelimpahan (medis dan tim kesehatan lainnya) dan program medis. Untuk klien yang dalam pelksanaannya dibantu oleh perawat (Carpenito, 2000). Berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan DHF, maka rencana keperawatan yang dapat dirumuskan antara lain :
a. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) b.d proses penyakit (viremia)
Tujuan:
Suhu tubuh dalam batas normal.
Kriteria hasil :
Suhu tubuh 36.5-37.5oC

Intervensi
1. Mengkaji saat timbulnya demam.
Rasional:
Untuk mengidentifikasi pola demam klien. (Christantie, E, 1995 h.29)
2. Mengobservasi tanda-tanda vital.
Rasional:
Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum klien. (Christantie, E, 1995 h.29)
3. Memberikan penjelasan tentang penyebab demam.
Rasional:
Penjelasan tentang kondisi yang dialami klien dapat membantu keluarga mengurangi kecemasan.(Christantie, E, 1995 h.29)
4. Menganjurkan klien untuk banyak minum 2500cc/hari.
Rasional:
Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.(Christantie, E, 1995 h.29)

b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah, anorexia, dan sakit saat menelan.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil :
Klien mampu menghabiskan makanan sesuai porsi yang diberikan.
Intervensi :
1. Mengkaji keluhan mual, sakit menelan dan muntah yang dialami klien.
Rasional :
Untuk menetapkan cara mengatasinya (Christantie, E, 1995, h 30)
2. Mengkaji cara/bagaimana makanan dihidangkan.
Rasional :
Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan. (Christantie, E, 1995, h 30)
3. Memberikan makanan yang mudah ditelan.
Rasional :
Membantu mengurangi keluhan klien dan meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan (Christantie, E, 1995, h 30)
4. Memberikan makanan porsi kecil dan frekuensi sering.
Rasional :
Untuk menghindari mual dan muntah (Christantie, E, 1995, h 30)

c. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet,perawatan, pengobatan dan pencegahan b.d kurang informasi.
Tujuan :
Pengetahuan keluarga meningkat.
Kriteria hasil :
Mampu menjawab waktu ditanya tentang proses penyakit.
Intervensi :
1. Mengkaji tingkat pengetahuan.
Rasional :
Untuk mengetahui sejauh mana informasi tentang penyakit yang diketahui serta kebenaran informasi yang didapatkan sebelumnya.(Christiantie, E, 1995, h 33)
2. Mengkaji latar belakang pendidikan keluarga.
Rasional :
Agar perawat dapat memberikan penjelasan sesuai tingkat pendidikan sehingga dipahami dan tujuan yang direncanakan tercapai. (Christiantie, E, 1995, h 30)
3. Menjelaskan tentang proses penyakit dengan sederhana.
Rasional :
Agar informasi dapat diterima dan mudah dimengerti.
(Christiantie, E, 1995, h 33)
4. Menggunakan leaflet atau gambar dalam memberikan penjelasan.
Rasional :
Dapat membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan (Christiantie, E, 1995, h 33)

d. Gangguan aktivitas sehari-hari b.d kelemahan fisik.
Tujuan :
Kebutuhan aktivitas terpenuhi.
Kriteria hasil :
Klien mampu mandiri setelah bebas demam.
Intervensi :
1. Mengkaji keluhan klien.
Rasional :
Untuk mengidentifikasimasalah-masalah klien.
(Christiantie, E, 1995, h 36)
2. Mengkaji hal-hal yang mampu/tidak mampu dilakukan klien.
Rasional :
Untuk mengetahui tingkat ketergantungan..
(Christiantie, E, 1995, h 36)
3. Membantu klien memenuhi kebutuhan sesuai tingkat kemampuan.
Rasional :
Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh klien pada saat saat kondisi lemah dan perawat bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
(Christiantie, E, 1995, h 36)
4. Memberi penjelasan tentang hal-hal yang dapat membantu dan meningkatkan kekuatan fisik.
Rasional :
Dengan penjelasan yang diberikan kepada klien, maka klien termotivasi untuk kooperatif, seperti mau menghabiskan makanan yang disediakan.
(Christiantie, E, 1995, h 36)

e. Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d mekanisme patologis.(proses penyakit)
Tujuan :
Nyeri berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil :
Wajah tampak rileks, skala nyeri 0-1
Intervensi :
1. Mengkaji tingkat nyeri.
Rasional :
Untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami klien.
(Christiantie, E, 1995, h 38)
2. Memberikan posisi yang nyaman dan ruangan yang tenang.
Rasional :
Respon individu berbeda terhadap nyeri.
(Christiantie, E, 1995, h 38)
3. Melakukan distraksi.
Rasional :
Untuk mengurangi rasa nyeri.
(Christiantie, E, 1995, h 38)
4. Memberikan obat-obat analgesik kolaborasi dengan medis.
Rasional :
Dapat menekan atau mengurangi nyeri.
(Christiantie, E, 1995, h 38)

f. Resti terjadinya perdarahan lebih lanjut b.d trombositopenia.
Tujuan :
Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan.
Kriteria hasil :
Trombosit meningkat.
Intervensi :
1. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit.
Rasional :
Penurunan tanda-tanda trombosit merupakan tanda-tanda ada kebocoran pem buluh darah yang pada tahap tertentu akan menimbulkan tanda-tanda klinis nyeri
(Christiantie, E, 1995, h 38)
2. Menjelaskan tentang pengaruh trombositopenia pada klien.
Rasional :
Agar keluarga mengetahui hal-hal yang mungkin terjadi pada klien
(Christiantie, E, 1995, h 38)
3. Memonitor jumlah trombosit
Rasional :
Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah.
(Christiantie, E, 1995, h 38)
4. Menganjurkan klien banyak istirahat.
Rasional :
Mengajukan klien banyak tidur. (Christiantie, E, 1995, h 38)

g. Resti terjadi syok hipovolemik b.d perdarahan hebat.
Tujuan :
Tidak terjadi syok.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital dalam batas normal. (sesuai umur)

Intervensi :
1. Monitor keadaan umum klien.
Rasional :
Untuk mengetahui kondisi klien selama masa perawatan.
(Christiantie, E, 1995, h 38)
2. Monitor tanda-tanda vital.
Rasional :
Tanda-tanda vital normal menandakan keadaan umum klien baik.
(Christiantie, E, 1995, h 38)
3. Monitor tanda-tanda perdarahan.
Rasional :
Perdarahan yang cepat diketahui dapat diatasi sehingga klien tidak sampai syok. (Christiantie, E, 1995, h 38)
4. Pasang infus dan beri terapi cairan.
Untuk mengatasi cairan yang hilang. (Christiantie, E, 1995, h 38)

4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik (Nursalam 2001) tahap ini merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan oleh karena itu pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan dirumuskan sesuai skala urgent dan non urgent.
Dalam pelaksanaan tindakan ada tiga yang harus dilalui yaitu : persiapan, perencanaan, dan pendokumentasian ( Nursalam 2001)
a) Fase persiapan meliputi
1) Review antisipasi tindakan keperawatan
2) Menganalisa pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
3) Mengetahui komplikasi yang mungkin timbul
4) Persiapan alat
5) Persiapan lingkungan yang kondusif
6) Mengidentifikasi aspek hukum dan etik

b) Fase implementasi
1) Independen
2) Interdependen
3) Dependen

c) Fase dokumentasi
Merupakan suatu catatan lengkap dan akurat dari tindakan yang telah dilaksanakan dalam pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan pada klien dengan bronkopneumonia perawat dapat berperan sebagai pelaksana keperawatan, memberi support, pendidikan, advokasi dan pencatatan.

5. Evaluasi
Adalah salah satu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematis pada status kesehatan klien (Nursalam 2001) evaluasi terdiri dari dua jenis yaitu evalusi formatif atau evaluasi jangka pendek dimana evaluasi ini dilakukan secepatnya setelah tindakan keperawatan dilakukan sampai tujuan akhir. Sedangkan evaluasi sumatif ini disebut evaluasi akhir atau jangka panjang, dimana evaluasi dilakukan pada akhir tindakan keperawatan. Sistem penulisan pada tahap evaluasi ini umumnya menggunakan sistem SOAP (Nursalam 2001 hal 74)

6. Perencanaan Pulang
a. Kondisi, prognosis, dan pencegahan dipahami.
b. Anjurkan klien dan keluarga lebih menjaga kesehatan dirumah dengan melaksanakan 3 M.
c. Keluarga dan klien mengetahui tanda-tanda komplikasi seperti perdarahan.

1 komentar:

  1. Online Casinos | Baccarat - FaBCasino
    A Beginner's Guide to Online Casinos · 바카라사이트 Quick Introduction to the Game 제왕카지노 · worrione FAQs and Tips for How to Play. · Games. · Bonuses.

    BalasHapus